Profil E-Commerce Cina Temu yang Diwaspadai RI, Uangnya 3 Kali Shopee

Momentum Works
Temu Pinduoduo
Penulis: Amelia Yesidora
22/11/2023, 13.21 WIB

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah atau Menkop UKM Teten Masduki mewaspadai aplikasi e-commerce asal Cina Temu, yang sudah memasuki pasar Asia Tenggara. Kas bruto perusahaan ini disebut-sebut tiga kali lipat Shopee.

Temu sudah merambah Malaysia pada September (11/9). Anak usaha Pinduoduo atau PDD Holdings ini menawarkan gratis ongkir pengiriman standar untuk hampir semua pesanan. Waktu pengiriman sekitar lima hingga 20 hari.

Konsumen bisa membayar lewat kartu kredit dan debit, mobile banking, Apple Pay, Google Pay, dompet digital Touch 'n Go eWallet, dan poin Kredit Temu.

Teten khawatir Temu mengganggu pasar produk lokal hingga berdampak terhadap sektor tenaga kerja, jika masuk ke Indonesia.

“Itu kan pasti akan menghilangkan banyak rantai distribusi, bakal banyak kehilangan lapangan kerja. Sebab, produknya lebih efisien sehingga produk Indonesia tidak mungkin bisa bersaing,” kata Teten di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/11).

Teten menyampaikan, e-commerce Temu memasok produk kebutuhan sehari-hari atau consumer goods yang terhubung dengan 25 pabrik di Cina langsung ke konsumen. Proses ini menghilangkan peran reseller, affiliator, dan distributor, sehingga harga produknya murah.

“Ini sudah masuk beberapa negara ASEAN. Saya sudah sampaikan ke Presiden Jokowi, ini jangan sampai masuk ke Indonesia. Kalau masuk, UMKM tidak bisa bersaing. Kalau produksi lumpuh, pengangguran meningkat, daya beli turun,” katanya.

E-commerce asal Cina itu memiliki uang kas bruto atau gross cash US$ 31,9 miliar, menurut laporan Momentum Works. Nilainya tiga kali lipat dibandingkan Shopee US$ 10,3 miliar dan Tokopedia US$ 1,7 miliar.

Perbandingan uang tunai bersih atau net cash ketiga perusahaan tersebut dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Net cash induk Temu, Shopee, dan Tokopedia, data per September 2023 (Momentum Works)

Net cash biasanya digunakan untuk keperluan operasional sehari-hari, pembayaran utang, dan kegiatan bisnis lainnya. Ini juga menjadi salah satu faktor yang ditinjau untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan dan stabilitas keuangan jangka pendek.

Induk Temu yakni Pinduoduo atau PDD Holdings sudah mencatatkan keuntungan. Begitu juga dengan induk Shopee, Sea Ltd.

Induk Tokopedia yaitu GoTo Gojek Tokopedia belum untung. Namun perusahaan Tanah Air ini memperkirakan EBITDA atau laba perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi positif pada kuartal IV.

“Selama beberapa tahun terakhir, didorong oleh tekanan investor dan ketidakpastian makroekonomi, banyak perusahaan teknologi beralih dari pertumbuhan ke profitabilitas,” kata Momentum Works dalam laporannya.

Shopee dan TikTok Disebut Tiru Temu

Shopee, Tokopedia, TikTok, Lazada dinilai meniru strategi e-commerce Cina Temu untuk meraup untung. Strategi yang dimaksud yakni model konsinyasi.

Model konsinyasi adalah perjanjian antara pemilik barang untuk menyerahkan barang kepada pihak tertentu untuk menjual dan akan mendapatkan komisis tertentu yang sudah disepakati.

“Daya tarik cepat Temu jelas menarik banyak perhatian dari rekan dan pesaing, dengan gaya khas Cina. Banyak platform e-commerce tampaknya menyimpulkan bahwa model Pinduoduo setidaknya patut untuk dicoba,” kata Momentum Works dalam laporan, pada Mei (30/5).

Dengan model konsinyasi tersebut, klien mengirimkan barang ke gudang Temu. Platform di bawah Pinduoduo ini yang menetapkan harga kepada konsumen.

“Alih-alih komisi atau biaya, pendapatan platform akan berasal dari selisih harga antara apa yang dikumpulkan dari konsumen dan apa yang dibayarkan kepada penjual, produsen, merek atau brand,” demikian dikutip.

“Ya, ini adalah model ritel yang efektif tanpa melakukan persyaratan modal kerja yang berat atau risiko inventaris. Atau kita bisa menyebutnya model konsinyasi,” Momentum Works menambahkan.

Lazada meluncurkan model konsinyasi untuk penjual lintas-negara pada 25 April.

“Di bawah model ini, pedagang akan membuka toko yang dikelola sepenuhnya, mempertahankan kepemilikan toko dan hak barang, dan menikmati pengoperasian, logistik, purna jual, dan layanan lain yang disediakan oleh Lazada,” kata perusahaan dalam keterangan pers berbahasa Mandarin, pada April (25/4).

Lazada mengatakan, skema itu memungkinkan penjual mengurangi banyak biaya pembelajaran dan pengoperasian. Selain itu, menyederhanakan operasional pedagang.

“Pedagang dapat berkonsentrasi pada produk, penelitian dan pengembangan, serta terus meluncurkan produk berkualitas tinggi untuk memperluas daya saing inti,” kata Lazada.

TikTok juga mengumumkan model konsinyasi ‘all-inclusive’ pada 16 Mei. “Pedagang memasok produk ke TikTok Shop dan kami menangani semua operasi e-commerce, termasuk mengelola harga, unggahan produk, layanan pelanggan, pemasaran, dan pemenuhan,” ujar TikTok dalam keterangan pers.

Shopee juga dilaporkan berupaya meluncurkan versi sendiri untuk layanan konsinyasi lintas-negara.

Di Indonesia, Shopee menyediakan layanan ‘Dikelola Shopee’ yang terdiri dari:

  • Pengelolaan pesanan
  • Pengelolaan stok
  • Tim operasional andal
  • Agent Chat terlatih
  • Pengemasan dan pengiriman, yang memungkinkan produk dikemas maksimal 24 jam.
  • Pengembalian produk
  • Semua aktivitas yang di-update di Gudang Shopee seperti data pesanan/produk akan tercatat pada sistem dan tecermin ke Seller Centre

Tokopedia juga memiliki layanan ‘Dilayani Tokopedia’. Ini adalah layanan pemenuhan pesanan melalui fasilitas gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Medan.

Katadata.co.id sudah mengonfirmasi hal itu kepada Tokopedia, Shopee, dan Lazada. Namun belum ada tanggapan.

Reporter: Amelia Yesidora