Ekonom Sebut Bukalapak Kalah Perang di E-commerce Akibat Tak Lagi Bakar Uang

Katadata/Desy Setyowati
Bukalapak, Blibli, TikTok, Tokopedia, Shopee
Penulis: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati
12/1/2025, 15.53 WIB

Langkah Bukalapak yang menutup bisnis e-commerce pada Selasa (7/1), mendapatkan sorotan banyak pihak. Pengamat ekonomi dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai keputusan ini sebagai ketidakmampuan Bukalapak dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di pasar digital Indonesia.

Selain itu mencerminan strategi bakar uang - yang sudah ditinggalkan Bukalapak - menjadi salah satu strategi bertahan bagi e-commerce besar di Indonesia.

“Apa yang terjadi di Bukalapak, semakin mengindikasikan inovasi dan bakar uang yang dilakukan oleh ecommerce, dan hampir di semua industri digital, itu bisa menjadi alat bertahan,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, dikutip Minggu (12/1).

Bakar uang adalah istilah populer yang merujuk pada strategi bisnis di mana perusahaan dengan sengaja mengeluarkan dana besar, biasanya lebih banyak dari pendapatannya, untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi ini sering digunakan dalam industri digital, seperti e-commerce, startup teknologi, dan platform berbasis internet.

Setelah melaksanakan IPO, Bukalapak tidak lagi menerima pendanaan segar dan lebih berfokus pada pengembangan mitra-mitranya. “Sayangnya, tanpa inovasi besar dan dukungan dana yang memadai, Bukalapak kesulitan untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin sengit,” kata Nailul.

Nailul menilai strategi "bakar uang" masih menjadi kunci untuk menarik konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Diskon, promosi, dan program loyalitas masih menjadi daya tarik utama.

“Tidak bisa dipungkiri, konsumen kita masih price oriented consumer. Harga menjadi daya tarik utama dalam berbelanja via digital,” kata Nailul.

Sedangkan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan peta persaingan e-commerce saat ini memang sangat kompetitif dan membutuhkan strategi yang lebih agresif untuk tetap bertahan.

Seiring waktu, persaingan ini semakin memperlihatkan ketidakseimbangan, di mana para pemain besar menguasai pasar dengan modal yang sangat besar. Sedangkan Bukalapak yang berada di posisi tengah kesulitan mempertahankan keberlanjutan bisnisnya.

“Beberapa brand besar sudah masuk dan dominan, sementara Bukalapak terjebak dalam posisi yang sulit karena kalah bersaing di pasar e-commerce yang berkembang pesat,” kata Tauhid.

Tauhid juga menyoroti kurangnya inovasi dari Bukalapak dalam hal ekosistem digital dan pengalaman pengguna. Adapun pesaing besar sudah mengembangkan ekosistem yang kuat dengan memanfaatkan teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan (AI) dan data profiling konsumen.

Pemain Besar E-commerce Bersaing Bakar Uang

Selain inovasi teknologi dan digital, strategi "bakar uang" tetap menjadi senjata utama untuk bertahan dalam persaingan sengit di pasar digital. Nailul menyebutkan Shopee dan Tokopedia-TikTok yang mendominasi sebagai pemimpin pasar, masih melakukan strategi bakar uang.

Tokopedia dan TikTok Shop yang merger memperketat persaingan, dengan keduanya fokus pada inovasi seperti live shopping dan strategi "bakar uang".

Beberapa bentuk promosi ini di antaranya dilakukan pada tanggal kembar di Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12 Desember:

  • Shopee 12.12 Birthday Sale, dengan penawaran gratis ongkir, diskon hingga Rp120.000, dengan harga barang seperti handphone hingga mobil yang dibanderol hanya Rp12.000
  • Tokopedia Promo Guncang 12.12, dengan diskon lebih dari 90% dan potongan hingga Rp100.000
  • Lazada 12.12 Promo Habis-Habisan, dengan diskon hingga 90% dan voucher hingga Rp 1,2 juta

Ragam promosi Harbolnas di tahun 2024 lalu mencetak transaksi Rp 31,2 triliun dengan rata-rata pengeluaran per orang mencapai Rp 318.000. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 10 hingga 16 Desember 2024 diikuti 98 juta pelanggan yang melakukan belanja memanfaatkan momentum Harbolnas.

Transaksi tersebut naik sekitar 21,4% (yoy) dibandingkan total transaksi pada tahun 2023 yang mencetak angka Rp 25,7 triliun. Produk-produk lokal juga mampu mendominasi keseluruhan penjualan dengan porsi sebanyak 52% dan dengan nilai transaksi yang mencapai sebesar Rp 16,1 triliun atau mengalami peningkatan sekitar 31% (yoy).

Reporter: Kamila Meilina