LinkAja Berambisi jadi Unicorn hingga Rencana Garap Pasar Syariah

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pengunjung melakukan transaksi menggunakan layanan keuangan berbasis elektronik LinkAja di Jakarta, Minggu (30/6/2019). LinkAja mengungkap peluang perusahaan menjadi unicorn.
Editor: Ekarina
17/12/2019, 21.31 WIB

PT Fintek Karya Nusantara (Finarya), pemegang izin uang elektronik LinkAja mengungkap  peluang perusahaan menjadi unicorn. Perusahaan juga membeberkan rencana masuk ke segmen layanan keuangan syariah tahun depan. 

Di Indonesia, saat ini tercatat ada lima perusahaan berstatus unicorn, salah satunya berasal dari sektor fintech yakni platform pembayaran digital OVO.

"Kalau ditanya, mau jadi unicorn atau tidak, pasti semua (perusahaan) ingin menjadi unicorn. Sebenarnya fokus kami untuk meningkatkan inklusi keungan di Indonesia. Tetapi, kami ingin menambah valuasi perusahaaan dari berbagai usecase yang ada," ujar Chief Financial Officer LinkAja Ikhsan Ramdan di kantornya, Selasa (17/12).

(Baca: GoPay dan LinkAja Bakal Kurangi ‘Bakar Uang’ Tahun Depan)

Adapun peningkatan usecase atau penggunaan LinkAja saat ini bisa berasal dari produk, tim, partner, melalui sumber shareholders perusahaan dari bidang telekomunikasi, bank, dan sebagainya.

Shareholders perusahaan, menurutnya, tak hanya membiayai ekspansi, tetapi juga mengarahkan mereka untuk membentuk kemitraan dengan pihak swasta. Karena itu, pihaknya mengaku cukup terbuka dengan berbagai skema penggalangan dana untuk pengembangan bisnis ke depan. 

"Kami membuka diri ke pihak swasta dalam bentuk kerjasama maupun modal injeksi. Namun, selebihnya kami pasti akan mengikuti arahan dari shareholders," ujar Ikhsan.

Sementara untuk layanan syariah, menurutnya hingga kini perusahaan  masih dalam proses pengajuan izin ke regulator serta masih memproses pengembangan sistemnya. Perusahaan menargetkan bisa meluncurkan fitur syariah dalam layanannya pada tahun depan.

Padahal, layanan syariah itu sebelumnya ditargetkan bisa dirilis November 2019. Chief Marketing Officer LinkAja Edward Kilian Suwigno menjelaskan, layanan itu nantinya bakal ditargetkan di daerah tier 2 dan 3. Sebab, berdasarkan data perusahaan, wilayah tersebut umumnya memiliki minat cukup tinggi terhadap layanan syariah.

(Baca: Tunggu Izin dari BI, OVO Target Luncurkan PayLater di Kuartal I 2020)

Dia memastikan, layanan syariah yang perusahaan kembangkan saat ini telah sesuai dengan kaidah syariah. Tak hanya layanan pembayaran saja, perusahaan juga membuka opsi mengembangkan beberapa layanan syariah lain ke depannya. 

Pasalnya, pangsa pasar layanan syariah di Indonesia sangat besar, dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi. Sementara pada 2020, penduduk muslim Indonesia diperkirakan akan mencapai 229,62 juta jiwa.

"Jadi, awarness atau kecenderungan dalam mengadopsi layanan keuangan syariah itu makin lama makin besar, kami melihat dari tren itu dan (jumlah) masyarakatnya besar sekali," ujar Edward.

 
Reporter: Cindy Mutia Annur