Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjanjikan subsidi bagi perusahaan-perusahaan financial technology (fintech) yang menjangkau masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Hal ini disambut baik oleh pelaku fintech, khususnya di bidang pembiayaan (lending).
Chief Executive Officer (CEO) Modalku Reynold Wijaya salah satu yang mengapresiasi ide tersebut. "Sangat menghargai dan senang dengan subsidi yang membantu inklusi keuangan," kata dia kepada Katadata, Jumat (11/1).
Senada dengannya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech (Aftech) Adrian Gunadi menilai, langkah itu akan memacu minat pelaku usaha untuk menyasar di wilayah 3T di Indonesia. "Ini bagian supaya fintech tidak hanya ada di daerah-daerah tier satu, tapi juga ekspansi ke tier 2," kata dia.
Setidaknya, perusahaan fintech bisa mendirikan kantor cabang ataupun virtual di wilayah 3T di Indonesia. Hanya, untuk membangun kantor cabang di wilayah tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
(Baca juga: Dorong Fintech Jangkau Wilayah Terluar, Rudiantara Janjikan Subsidi)
Maka, cara yang bisa ditempuh adalah berkolaborasi. Misalnya, fintech dapat bekerja sama dengan perusahaan e-commerce seperti Bukalapak yang memiliki mitra offline atau warung. "Baiknya kolaborasi. Jadi kerja sama fintech dengan e-commerce menurut saya akan banyak tahun ini," ujarnya.
Adapun jenis subsidi yang bisa diberikan menurutnya seperti bunga, biaya transaksi, hingga settlement. Sementara Rudiantara sebelumnya menyampaikan jenis subsidi yang ia usulkan adalah biaya transaksi dan pulsa. Dengan demikian, risiko transaksi melalui fintech dapat menurun lantaran biaya yang digunakan semakin efisien.
Ia pun meminta Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat regulasi yang mengatur sistem kredit fintech agar risiko transaksinya dapat berkurang. Dengan begitu, perusahaan fintech bisa menemukan solusi yang tepat untuk menjangkau masyarakat unbaked. Namun, perusahaan tekfin juga diminta tetap mitigasi kemungkinan kredit bermasalah.