Startup teknologi finansial atau fintech pembayaran LinkAja dikabarkan segera menutup putaran pendanaan bulan ini. Telkomsel, beberapa perusahaan pemberi pinjaman milik negara, dan investor global disebut-sebut berpartisipasi dalam investasi ini.

“Pendanaan baru itu akan memperpanjang runway LinkAja,” kata sumber DealStreetAsia, Selasa (7/6). Dalam konteks startuprunway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.

Katadata.co.id mengonfirmasi kabar tersebut kepada LinkAja. Chief Finance and Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo mengatakan, perusahaan sedang memfokuskan diri pada peningkatan profitabilitas demi memperkuat fundamental bisnis yang berkesinambungan.

"Kuncinya yakni profitability dan sustainability," kata Reza kepada Katadata.co.id, Jumat (9/6).

Menurutnya, sebagai perusahaan startup yang masih dalam tahap berkembang, LinkAja masih membutuhkan tambahan dana dari sumber eksternal. "Seraya melakukan akselerasi pencapaian positive EBITDA demi kesinambungan bisnis, sehingga di masa depan kami bisa self-sustain," ujarnya.

LinkAja menargetkan pendapatan tumbuh 80% lebih tahun ini. Startup fintech pembayaran milik negara ini pun disebut-sebut akan beralih fokus ke bisnis pembiayaan untuk sektor produktif.

Rencana beralih fokus bisnis ke pembiayaan untuk sektor produktif itu disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo. Katadata.co.id sudah mengonfirmasi hal ini, namun belum ada tanggapan.

Sedangkan isu startup fintech LinkAja beralih fokus ke layanan pinjaman online atau pinjol sudah berhembus sejak awal 2022. LinkAja mengakuisisi startup fintech lending iGrow pada 2021.

Aksi korporasi itu dilakukan setelah LinkAja meraih pendanaan seri B lebih dari US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun.

LinkAja pun memiliki bisnis LinkAja Modalin, dengan tiga pembiayaan, yaitu:

  1. Invoice Financing
  2. Retailer Financing
  3. Agri ecosystem Financing

Di sektor pembayaran, LinkAja bersaing ketat dengan OVO, GoPay, DANA hingga ShopeePay. Meski begitu, fintech pembayaran milik BUMN ini mencatatkan peningkatan pendapatan tahun lalu.

Rincian kinerja LinkAja tahun lalu sebagai berikut:

  • Pendapatan operasional (revenue growth) tumbuh hampir 30%
  • Beban operasional (operational expense) turun lebih dari 50%
  • Pendapatan dari layanan Business to Business (B2B) naik 160%
  • Biaya pemasaran turun lebih dari 90%
  • Biaya operasional dan pemeliharaan turun lebih dari 30%
  • EBITDA loss atau penurunan laba perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi ditekan lebih dari 60%
  • Pendapatan rata-rata per pengguna atau ARPU naik lebih dari 215%
  • Tingkat retensi naik lebih dari 70%
  • Basket size atau jumlah barang atau produk yang terbeli oleh konsumen dalam satu kali transaksi naik lebih dari 55%

"Kami sudah melakukan shifting menuju profitability dan sustainability secara bertahap sejak 2021 dengan membaca arah pergerakan industri," kata Direktur Keuangan dan Strategi LinkAja Reza Ari Wibowo dalam keterangan pers, pada Februari (16/2).

Strategi LinkAja tahun ini sebagai berikut:

  1. Berfokus pada bisnis model dua sisi yakni B2B2C atau Business to Business to Consumer
  2. Pada segmen B2C, LinkAja mengutamakan low-cost user acquisition and retention
  3. Fokus segmen B2B berpusat pada end-to-end value chain dari sisi tradisional maupun digital
  4. Selama 2022, LinkAja mengimplementasikan digital financial solutions dengan berfokus pada kolaborasi sinergi BUMN, terutama Telkomsel, Pertamina, dan Himbara atau Himpunan Bank Negara. Hasilnya sebagai berikut:
  • LinkAja mendigitalisasi supply chain tradisional Telkomsel di lebih dari 300 ribu retailer dengan kenaikan pendapatan hampir 90%
  • LinkAja terintegrasi di aplikasi MyPertamina, dan pertumbuhan pendapatan 1.600%
  • Pendapatan LinkAja lewat kerja sama dengan layanan Himbara naik 80%

“Model bisnis B2B2C yang berfokus pada ekosistem BUMN terbukti sangat efektif dan efisien," ujar Reza. “Fokus pada profitabilitas ini membuat kami terkadang harus berani menutup layanan atau use-case yang memiliki komponen biaya lebih tinggi dibandingkan pendapatan.”

(Ada tanggapan dari LinkAja pada Pukul 13.57 WIB, Jumat 9 Juni)

Reporter: Lenny Septiani