Keamanan digital menjadi isu penting di era digital seperti sekarang. Hal ini terungkap dalam diskusi dengan tema bertajuk “AI dan Masa Depan Komunikasi Publik” yang digelar Katadata dan Perhumas secara hibrid, Selasa (23/4). Acara ini merupakan rangkaian dari World Public Relations Forum 2024.
Dalam sesi bertema “Literasi Digital untuk Komunikasi Publik yang Efektif”, Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Slamet Santoso mengungkapkan, literasi digital dapat membentengi masyarakat dari kejahatan siber di dunia maya. Pemerintah dan pihak swasta perlu mengemban peran ini sebagai bagian dari komunikasi publik.
Slamet mengatakan, dunia digital saat ini memasuki era post-truth, yakni sebuah kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik. Emosi dan keyakinan personal lebih dominan khususnya pada konten-konten negatif di media sosial.
“Ke depan justru pencegahan konten ini yang harus dilakukan masif. Melawan konten-konten negatif ini harus dilawan dengan konten-konten positif,” ujar Slamet.
Berangkat dari persoalan itu, Slamet mengajak berbagai pihak untuk turut terlibat dalam literasi digital, salah satunya adalah media. Pihaknya terbuka untuk bermitra dengan siapapun, karena melawan konten negatif di ruang digital merupakan suatu kerja jangka panjang.
“Kerja meliterasi masyarakat tidak bisa dilakukan dalam waktu satu sampai dua tahun saja. Apalagi ada industri-industri hitam yang sengaja untuk memproduksi hal itu,” kata dia.
Salah satu bentuk literasi digital yang dilakukan oleh Kominfo yakni promosi publikasi di fasilitas publik. Pesan yang diambil bisa berangkat dari berbagai kasus paparan konten negatif di ruang digital, misalnya pornografi maupun judi online.
“Nanti di tempat-tempat umum dan transportasi umum kita tempeli bahayanya judi online. Ini kita masukkan ke Rencana Strategis Kominfo, 2025-2029,” ungkap Slamet.
Adapun Direktur GoTo Nila Marita menyoroti literasi digital dalam fintech yang menjadi bagian dari ekosistem GoTo. Menurut dia, literasi digital dapat menghindarikan user GoTo dari upaya pengambilalihan akun yang berujung pada konten negatif yang merusak reputasi perusahaan di media sosial.
“Kita kampenyakan #AmanBersamaGoPay, dengan mengkombinasikan literasi digital dan rasa aman,” kata Nila.
Pembicara berikutnya, Wakil Presiden BCA Norisa Saifudin mengatakan, pihaknya menggunakan literasi digital untuk melindungi nasabahnya dari kejahatan siber. Ini selaras dengan proses transformasi digital dan perubahan demografi nasabah di BCA pada saat ini.
“Edukasi ini berhasil menurunkan angka fraud di social engineering di tempat kami hingga 52%,” kata Norisa.
Sementara, Pakar Komunikasi Publik dan Dewan Pakar Perhumas Nia Sarinastiti menerangkan, literasi digital sejauh ini bisa mencegah penetrasi dari hoaks, SARA, maupun ujaran kebencian. Sebab, ini berimplikasi pada reputasi organisasi atau perusahaan.
“Ini juga perlu penyesuaian dengan segmentasi. Karena ini seperti mendidik, mendidik anak-anak atau orang tua. Kemudian yang dicari adalah pesannya dan disesuaikan dengan generasinya,” ujar Nia.