Ada 88,4 Juta Serangan Siber, 83% Perusahaan RI Rentan Diretas

123RF.com/rawpixel
Ilustrasi keamanan internet
25/8/2020, 15.56 WIB

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, ada 88,4 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia selama Januari-April. Sedangkan konsultan hukum industri perangkat lunak, Business Software Alliance (BSA) menyebutkan, 83% perusahaan di Tanah Air rentan diretas.

Hal itu karena sebagian besar perusahaan di Indonesia menggunakan perangkat lunak tidak berlisensi atau dikenal dengan istilah ‘bajakan’. Alhasil, mereka rentan disusupi peretas (hacker).

“Kami telah meriset perusahaan mana saja yang sepertinya mengunakan software tidak berlisensi,” kata Senior Director BSA Tarun Sawney saat konferensi pers virtual, Selasa (25/8).

Berdasarkan riset tersebut, potensi perusahaan pengguna software ‘bajakan’ disusupi malware 29% lebih tinggi dibandingkan yang tidak. Data International Data Corporation (IDC) mencatat, kerugian akibat serangan ini bisa mencapai US$ 10 ribu per computer, atau US$ 2,4 juta jika seluruh perusahaan terinfeksi malware.

Oleh karena itu, BSA memberikan konsultasi gratis terkait serangan siber kepada 40 ribu perusahaan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Layanan ini utamanya menyasar korporasi yang menggunakan software ‘bajakan’.

Konsultasi itu meliputi risiko serangan siber terhadap perusahaan, cara mengetahuinya hingga bantuan legalisasi penggunaan perangkat lunak. Program ini akan digelar selama enam bulan.

Di satu sisi, BSSN mencatat jumlah serangan siber di Indonesia meningkat dibandingkan awal tahun lalu. Secara rinci, serangan pada Januari mencapai 25,2 juta, Februari 29,2 juta, Maret 26,4 juta, dan pertengahan April 7,6 juta.

Jenis serangan yang paling banyak terjadi yakni trojan activity 56%, lalu aktivitas pengumpulan informasi (information gathering) 43% dari total. Sedangkan 1% sisanya merupakan web application attack.

Serangan siber itu biasanya berupa tautan email, mengenai pandemi corona. Pada Maret saja, setidaknya ada 22 serangan dengan isu Covid-19.

Sedangkan hasil riset perusahaan asal Amerika Serikat (AS) International Business Machines (IBM) menunjukkan, serangan siber secara global melonjak 6.000% selama kuartal I. Di Indonesia, korporasi yang diincar peretas yakni e-commerce.

Hanya, IBM tak memerinci lonjakan serangan siber ke e-commerce di Indonesia. "Semakin banyak data yang diakses perusahaan, itu yang menjadi target peretas. Contohnya, e-commerce," ujar President Director IBM Indonesia Tan Wijaya saat konferensi pers secara virtual, Juni lalu (18/6).

Peretas biasanya mengincar data terkait kartu kredit pengguna e-commerce. Informasi ini kemudian dijual di situs gelap (dark web).

Reporter: Cindy Mutia Annur