Spotify, Epic Games dan Aplikasi Kencan Protes Pungutan di Toko Apple

ANTARA FOTO/REUTERS/China Daily /pras/cf
Ilustrasi, warga memakai masker pelindung menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) terlihat di sebuah Apple Store saat penjualan iPhone SE baru dimulai di Hangzhou, provinsi Zhejiang, Tiongkok, Jumat (24/4/2020).
25/9/2020, 10.50 WIB

Sejumlah pengembang aplikasi seperti Spotify, Epic Games hingga platform kencan online, Match Group memprotes kebijakan Apple yang mengenakan pungutan 30% dari setiap transaksi. Mereka juga membentuk koalisi yang diberi nama The Coalition for App Fairness.

Mereka keberatan dengan pengenaan pungutan 30% dari setiap transaksi di toko aplikasi App Store. Beberapa pengembang membebankannya kepada konsumen, sehingga harga aplikasinya lebih mahal ketimbang di Google Play Store dan lainnya.

Selain itu, mereka menilai Apple mengutamakan aplikasi sendiri di App Store. "Kami bergabung untuk membela hak-hak dasar pencipta aplikasi,” kata pendiri sekaligus CEO Epic Games Tim Sweeney dikutip dari The Verge, Kamis (24/9).

Sebelum membentuk koalisi, pengembang gim online Epic Games, Fortnite gencar memprotes kebijakan Apple. Perusahaan bahkan membuat sistem pembayaran sendiri guna menghindari pungutan 30%.

Hal itu diketahui oleh Apple, sehingga aplikasi Epic Games dihapus dari App Store pada bulan lalu.

Spotify juga telah menggugat Apple terkait dugaan monopoli di Uni Eropa. Produsen iPhone ini dinilai mengutamakan aplikasi buatan sendiri di toko aplikasinya.

"Apple memanfaatkan dominasinya dan melakukan praktik tidak adil yang merugikan pesaing," kata perusahaan. Apple memang memiliki aplikasi streaming musik Apple Music, yang juga bersaing dengan Spotify.

Kedua aplikasi itu masih memimpin pasar layanan streaming musik secara global. Apple menguasai 19% pangsa pasar, dengan jumlah pengguna tumbuh 36% pada tahun lalu.

Sedangkan Spotify meraih 35% pasar, dengan jumlah pelanggan meningkat 23% pada periode yang sama.

Apple menolak berkomentar mengenai tuntutan koalisi tersebut. Namun perusahaan meluncurkan fitur baru pada situs website resminya pekan lalu, dan mengunggah pesan penjelasan terkait kebijakan.

Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu menjelaskan, pungutan 30% untuk mendukung para pengembang aplikasi. Dukungannya seperti menyediakan 160 ribu dokumen teknis dan kode sampel yang dibutuhkan dalam membangun perangkat lunak (software).

Selain itu, Apple mengakui telah memblokir 10 ribu aplikasi pada tahun lalu. Ini karena melanggar aturan privasi.

Pendiri The App Association Mike Sax mengatakan, koalisi itu tidak mencerminkan keseluruhan aplikasi di App Store. Asosiasi ini disponsori oleh Apple.

Namun Facebook juga sempat meminta keringanan pungutan, meski tak masuk dalam The Coalition for App Fairness. "Kami meminta Apple mengurangi ‘pajak’ 30%," kata Head of Facebook App Fidji Simo, dikutip dari TechCrunch.

Berdasarkan data Statista, ada sekitar 1,85 juta aplikasi di App Store per kuartal pertama. Jumlahnya meningkat 0,49% secara kuartalan (qtoq).

Jumlah aplikasi di App Store kalah dibandingkan Google Play Store, yang mencapai lebih dari 2,55 juta per kuartal pertama. Meski begitu, jumlahnya turun 0,55% qtoq.

Aplikasi game online merupakan yang paling populer di App Store per bulan lalu. Hampir 22% di antaranya aktif digunakan oleh pemain gim (gamer).

Gim online yang paling sering digunakan yakni Epic Games. Sedangkan pada Juni lalu, Roblox menjadi aplikasi game terlaris dengan transaksi lebih dari US$ 2,74 juta per hari.  

App Store pun berkontribusi besar bagi bisnis game online secara global. Pendapatan perusahaan dari toko aplikasi Apple ini mencapai US$ 10,6 miliar pada kuartal pertama atau naik 18% secara tahunan (year on year/yoy).

Sedangkan Google Play Store menempati urutan kedua, dengan sumbangan US$ 14,6 miliar terhadap industri gim online.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan