Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta operator memperkuat jaringannya supaya masyarakat Indonesia bisa mengadopsi jaringan internet generasi kelima (5G). Namun, perusahaan telekomunikasi menghadapi kendala perizinan di daerah.
Group Head Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan, perusahaannya telah melakukan fiberisasi Base Transceiver Station (BTS) sejak 2018. Bukan hanya supaya bisa adopsi 5G, tetapi karena permintaan layanan meningkat.
Hingga akhir 2019, 50% dari total 130 ribu BTS milik XL Axiata sudah difiberisasi. Sekitar 40 ribu BTS di antaranya merupakan 4G. (Baca: Telkomsel hingga Indosat Selesaikan Satu PR, Baru Indonesia Adopsi 5G)
Fiberisasi merupakan upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. Perangkat BTS diperbarui. Peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) diubah menjadi fiber. Langkah tersebut dinilai bisa meningkatkan kapasitas jaringan hingga beberapa kali lipat.
Tri mengatakan, perusahaan berinvestasi mulai dari transmisi, pengalur jaringan (backhaul), dan modernisasi jaringan. Namun, perusahaan terkendala perizinan di daerah terkait fiberisasi BTS.
"Kami masih menghadapi tantangan dengan Pemerintah Daerah sehingga perlu sinkronisasi regulasi antara Pemerintah Pusat dan Pemda agar bisa mendorong percepatan pembangunan infrastruktur," kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (7/2).
Selain itu, menurut dia perlu ada regulasi yang mengatur terkait insentif bagi operator yang memodernisasi jaringannya. XL Axiata juga berharap pemerintah memudahkan investasi terkait pembangunan infrastruktur 5G.
(Baca: Jepang Siap Gunakan 6G, Menteri Kominfo: RI Masih Fokus Matangkan 5G)
Hal senada disampaikan oleh Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah. Salah satu persoalan yang dihadapi operator untuk membangun backhaul bukan pada investasi atau operasional pembangunannya, melainkan perizinan di daerah.
"Tri sudah melakukan fiberisasi sejak 2017 secara bertahap dan akan berlanjut sesuai kebutuhan pelanggan. Itu juga dilakukan termasuk untuk persiapan 5G," kata Danny.
Ia berharap, ada keseragaman dan penetapan retribusi yang terjangkau supaya perusahaan telekomunikasi bisa mempercapat fiberisasi BTS.
Perusahaan pelat merah, Telkomsel juga melakukan fiberisasi terhadap BTS-nya. Vice President Network Planning and Engineering Telkomsel Akhmad mengatakan, fiberisasi sudah diperluas ke jaringan level akses dan backhaul BTS 4G.
"Ke depan, fiberisasi akan menjadi transport yang paling efektif untuk layanan 5G. Kebutuhan bandwidth yang cukup besar dan latensi yang sangat kecil dapat dipenuhi oleh transmisi fiber ini," ujar Akhmad.
Saat ini, Telkomsel telah mengoperasikan lebih dari 209 ribu BTS. Sebanyak 131.499 di antaranya merupakan 3G, sementara 77.501 BTS 4G. (Baca: 8.000 Kali Lebih Cepat Dibanding 5G, 6G Bisa Ganggu Riset Astronomis)
Sebelumnya, Kementerian Kominfo mengaku belum bisa mengatur frekuensi untuk jaringan internet 5G. Sebab, ada pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan operator terlebih dahulu yaitu fiberisasi BTS.
"Percuma membangun 5G kalau backhaul belum terkoneksi dengan fiber," kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemententerian Kominfo Ismail di Jakarta, Kamis lalu (6/2).
Ismail mengatakan fiberisasi merupakan suatu keharusan jika ingin menerapkan 5G. (Baca: Kominfo Ingin Ibu Kota Baru Jadi yang Pertama Adopsi 5G di Indonesia)
Dari sisi pemerintah, Kominfo menyiapkan tiga frekuensi untuk 5G yaitu 26-28 GHz untuk upper, 3,5 GHz middle, dan 700 Mhz-2,3 GHz lower. "Di belakang pengaturan spektrum frekuensi, pekerjaan rumah operator banyak salah satunya fiberisasi," katanya.