Riset Mckinsey tahun 2018 mencatat, jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia hampir setara antara laki-laki dan perempuan. Namun, saat mereka bekerja, hanya ada sekitar 20% posisi middle management yang diisi oleh perempuan. Makin ke atas, jumlahnya semakin menyusut hingga tersisa 5% posisi Chief Executive Officer (CEO) diduduki oleh perempuan.
Padahal, menurut lembaga riset tersebut, ada tiga alasan mengapa posisi kepemimpinan perempuan menjadi hal yang penting. Pertama, menurut Associate Partner at McKinsey Sebastian Jammer, perempuan dianggap mampu menciptakan organisasi perusahaan menjadi lebih 'sehat'.
Jammer menyebut, perempuan mampu mendorong peningkatan performa keuangan perusahaan. Selain itu, kepekaan perempuan mampu menghasilkan strategi perusahaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Alasan selanjutnya, kehadiran perempuan mampu menciptakan kepemimpinan yang lebih egaliter. Dengan hadirnya perempuan dalam jajaran direksi, Jammer melanjutkan, akan memotivasi rekan kerja perempuan lainnya untuk berperan lebih aktif secara profesional.
Terakhir, perempuan dapat lebih mewarnai pengambilan keputusan dan tata kelola perusahaan. Para pemimpin perempuan, menurutnya, mampu menghadirkan sudut pandang lain ketika hendak mengambil keputusan strategis perusahaan.
(Baca juga: Riset: Kesetaraan Gender Tambah PDB Indonesia US$ 135 Miliar di 2025)
"Keterlibatan para pemimpin perempuan sebenarnya menjadi kesempatan besar bagi perusahaan, dari segi pengembangan bisnis serta memunculkan ide-ide kreatif dan hasil yang lebih produktif bagi perusahaan," ujar Jammer dalam konferensi pers Gojek Xcelerate Batch 2 di Jakarta, Jumat (1/11).
Riset Mckinsey juga memprediksi bahwa dengan adanya kesetaraan gender di tempat kerja bisa meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar US$ 135 miliar pada 2025. Hitung-hitungannya, partisipasi kerja perempuan diproyeksi naik dari 50% di 2014 menjadi 56% pada 2025, sehingga menyumbang US$ 43 miliar terhadap PDB per tahun.
Lalu, pekerja perempuan secara penuh-waktu diperkirakan naik dari 89% menjadi 95%, sehingga menyumbang US$ 41 miliar. Kemudian, McKinsey memproyeksi produktivitas perempuan naik dari US$ 6 ribu menjadi Rp 11 ribu, alhasil ada tambahan PDB US$ 51 miliar. Secara total, tambahan PDB yang bisa diperoleh mencapai US$ 135 miliar per tahun pada 2025.
Dalam kesempatan yang sama, President Director GoFleet Meliza M. Rusli mengatakan bahwa kesetaraan gender di lingkup pekerjaan kini sudah mulai berkembang menjadi lebih baik.
(Baca: 10 Startup Besutan Perempuan Berpeluang Masuk Ekosistem Gojek)
Menurutnya, beberapa tahun yang lalu, hampir seluruh jajaran direksi di perusahaan diisi oleh laki-laki. "Namun, tahun ini di perusahaan kami ada lebih dari 10% CEO perempuan, termasuk saya. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan yang lebih baik dalam hal kesetaraan gender di lingkup pekerjaan," ujar Meliza.
Sama halnya dengan Gojek, perusahaan mengklaim bahwa di perusahaan juga memiliki tingkat jajaran pemimpin direksi perempuan yang mulai tumbuh. Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengatakan, 33% posisi pada top level manager perusahaan kini diisi perempuan. "Nilai itu sedikit lebih tinggi dari rata-rata perusahaan di industri teknologi yang hanya 30%," ujar Nila.
Ia melanjutkan, keterlibatan perempuan sangat membantu perkembangan perusahaan. Pasalnya, ia menilai bahwa perempuan mampu berperan penting untuk membuat kinerja perusahaan lebih baik dan bisa berpartisipasi dalam banyak hal. Misalnya, dalam hal menciptakan ide-ide baru hingga membuat keputusan strategis bagi perusahaan.