Rumah produksi film asal Tiongkok, Rct Studio, manfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) untuk membuat film. Teknologi tersebut dinamai Morpheus, yang diklaim juga dapat membuat teks menjadi gambar tiga dimensi hanya dalam hitungan detik.
Head of Marketing Rct Studio Xinjie Ma mengatakan, butuh banyak waktu dan usaha bagi manusia untuk menghasilkan logika cerita dalam membuat film. “Dengan mesin, kita dapat dengan cepat membuat narasi yang jumlahnya tak terbatas,” ujar Xinjie seperti dikutip dari TechCruch, Senin (8/4).
Menurutnya, kumpulan data berdasarkan alur cerita yang telah ditulis oleh manusia, nantinya dapat diproses oleh teknologi AI. Hasilnya, karakter dalam dapat beradaptasi dengan situasi secara real time hingga menghasilkan visual film.
Rct Studio optimistis ke depannya Morpheus dapat menjadi alat yang produktif bagi industri perfilman karena teknologinya dapat mencerna alur cerita dan mengubahnya menjadi gambar bergerak dalam hitungan detik.
(Baca: Panen Penonton, Film Indonesia Hadapi Masalah Kekurangan Kru)
Misalnya, ketika pembuat film memasukkan teks “seorang pria melemparkan cangkir ke meja belakang sofa”, nantinya teknologi tersebut dapat langsung membuat animasi yang sesuai dengan teks tersebut.
Hanya, Rct Studio mengatakan masih perlu banyak waktu untuk mengembangkan teknis dan melatih Morpheus dengan data skenarionya. Sebab, belum ada orang di timnya yang memiliki pengalaman dalam pembuatan film.
Perusahaan yang berbasis di Beijing dan Los Angeles ini tak hanya menghadirkan teknologi saja, melainkan ke depannya akan merilis film mereka sendiri. Rct Studio dilaporkan telah menandatangani kemitraan jangka panjang dengan penerbit fiksi ilmiah (science fiction/ sci-fi) asal Tiongkok Future Affairs Administration yang mewakili sekitar 200 penulis, termasuk Cixin Liu, pemenang penghargaan Hugo. Keduanya diperkirakan akan mulai memproduksi film di tahun ini.
Studio Rct mengatakan, perusahaannya juga memiliki kemiripan dengan Pixar Animation Studio, yang juga berawal sebagai perusahaan teknologi dan kemudian meluncurkan filmnya sendiri melalui teknologi buatannya.
(Baca: Musim Semi Industri Kreatif di Indonesia)
“Banyak studio menanyakan seberapa besar kami menghargai mesin kami, tetapi kami menargetkan kepuasan konsumen. Membuat film sendiri memberikan tanggung jawab yang lebih daripada sekedar menjual software (perangkat lunak),” kata Studio Rct.