Dirilis Maret, Permenhub Baru Bakal Atur Tarif Ojek Online

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
7/1/2019, 16.52 WIB

Kementerian Perhubungan menargetkan regulasi baru yang mengatur ojek online dapat segera dirilis. Saat ini, draf tersebut sedang dalam pembahasan yang melibatkan berbagai pihak terkait.

Bentuk aturan ini adalah Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). "Target kami, aturan ini bisa dirilis Maret 2019," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiadi kepada Katadata, Senin (7/1).

Budi menyatakan, akan ada 97 asosiasi pengemudi ojek online yang diajak berdiskusi untuk membahas aturan ini. Forum tersebut akan dibuka pada Selasa (8/1), di salah satu hotel di DKI Jakarta. "Utamanya, (asosiasi yang beroperasi) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)," ujarnya.

Setidaknya, ada tiga hal yang bakal diatur dalam regulasi ini yakni tarif, tata cara pemblokiran akun, dan perlindungan konsumen. Ketiganya bakal diatur sebab seringkali menjadi isu dalam setiap aksi yang dilakukan oleh pengemudi ojek online. Bukan tidak mungkin, beberapa ketentuan di dalam aturan taksi online juga bakal diadopsi di Permenhub ojek online ini.

(Baca: Gojek dan Grab Punya 6 Bulan untuk Penuhi Standar Baru Taksi Online)

Sebelumnya, Kemenhub menyebut sulit untuk membuat aturan ojek online karena kendaraan roda dua dianggap tidak aman bila dijadikan transportasi umum. Maka, kalau diatur, hal ini bertentangan dengan program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK). Selain itu, Kemenhub kesulitan mencari Undang-Undang (UU) yang cocok menjadi dasar aturan ojek online.

Namun, Budi menjelaskan, bahwa ojek sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, bahkan sebelum ada aplikator seperti Gojek ataupun Grab. Atas dasar hal itu, Kemenhub menggunakan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang  Administrasi Pemerintahan.

"Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi) bisa membuat keterangan informasi dari diskresi itu apa? Sepanjang sudah ada kegiatan di masyarakat tetapi belum ada aturannya atau ada tapi belum lengkap, bisa dibuat aturan baru," kata Budi.

Ia menyampaikan, beberapa dasar terkait aturan ojek online sudah didiskusikan dengan Gojek dan Grab. "Kalau mereka punya konsep lain, bisa didiskusikan," kata dia.

(Baca: Beda dengan Taksi Online, Ini Alasan Ojek Online Belum Ada Regulasinya)

Sebelumnya, ia mencatat 75% kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kendaraan roda dua. Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap mengakomodir keinginan para mitra pengemudi ojek online untuk mendapat payung hukum.

Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Muhammad Arsal Sahban menyampaikan, roda dua sebagai sarana transportasi sempat dibahas dalam pembuatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di DPR pada 2009 lalu. "Saat kami mau atur, para pakar tidak merekomendasikan roda dua sebagai angkutan umum karena tidak memenuhi kaidah keamanan," ujarnya.

Menurut Arsal, kendaraan roda dua lebih tepat diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), ataupun Peraturan Menteri (Permen). "Kendaraan roda dua tidak mutlak dilarang. Ini memungkinkan diatur dalam Permen atau PP," kata dia.

Reporter: Desy Setyowati