Otoritas Singapura Denda Grab dan Uber Rp 142 Miliar

Katadata/Desy Setyowati
Country Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata di Jakarta, Jumat (6/4).
Penulis: Hari Widowati
25/9/2018, 09.17 WIB

Otoritas pengawas persaingan usaha Singapura atau Competition and Consumer Comission of Singapore (CCCS) menjatuhkan denda sebesar S$ 13 juta atau sekitar Rp 142 miliar kepada Grab dan Uber karena merger kedua perusahaan tersebut memicu kenaikan tarif transportasi online sebesar 10-15%. Otoritas pengawas persaingan usaha tersebut meminta Grab menghapus kesepakatan eksklusif dengan para pengemudi dan armada taksi.

CCCS juga meminta Uber untuk menjual bisnis penyewaan kendaraannya kepada kompetitor lainnya yang memberikan penawaran yang masuk akal. Uber tidak diperkenankan menjual kendaraannya kepada Grab tanpa persetujuan CCCS. Lion City, bisnis kendaraan sewa yang dimiliki Uber, memiliki sekitar 14.000 armada per Desember 2017. Setelah Uber menjual operasionalnya di Asia Tenggara kepada Grab pada Maret 2018, Grab menguasai 80% pangsa pasar transportasi online di Singapura.

Uber dan Grab diberi waktu satu bulan untuk mengajukan banding terhadap keputusan tersebut. Menurut Reuters, Uber mempertimbangkan untuk melakukan banding atas keputusan CCCS karena keputusan tersebut ditetapkan berdasarkan definisi sempit mengenai pasar. Sementara itu, Grab mengatakan, perusahaan menuntaskan akuisisi atas bisnis Uber di Asia Tenggara sesuai hukum dan tidak berniat melanggar ketentuan persaingan usaha. Grab akan mematuhi keputusan CCCS tersebut.

Go-jek, yang berencana masuk ke pasar Singapura dalam waktu dekat, menyambut baik keputusan tersebut. "Kami senang melihat langkah-langkah yang dilakukan otoritas untuk memberikan kesempatan berusaha yang sama, hal ini akan memiliki dampak signifikan terhadap strategi dan timeline kami," kata Go-Jek seperti dikutip Reuters. Pemain baru lainnya di pasar transportasi online Singapura adalah perusahaan lokal Ryde.

Grab mengatakan perusahaan tidak menaikkan tarif sejak merger dengan Uber dilakukan. Perusahaan transportasi online tersebut juga meminta seluruh operator layanan taksi harus mengikuti larangan perjanjian eksklusif.

CCCS juga meminta Grab mempertahankan algoritma tarif dan komisi bagi pengemudi yang ditetapkan sebelum merger dengan Uber. Hal ini akan melindungi pengemudi dari kenaikan tarif yang terlalu tinggi dan kenaikan komisi yang harus dibayarkan pengemudi kepada Grab.

Otoritas ini akan menunda penerapan sanksi untuk sementara waktu jika pesaing Grab bisa mendapatkan lebih dari 30% dari total order di pasar layanan transportasi online dalam sebulan. CCCS juga akan menghapus larangan-larangan tersebut jika kompetitor Grab meraih 30% atau lebih dari total order di pasar transportasi online selama 6 bulan berturut-turut.

(Baca: Grab Dapat Tambahan Modal Rp 14,4 Triliun)

Terus Dipantau

Kesepakatan merger Grab dan Uber juga masih diteliti oleh Komisi Anti Persaingan Usaha di Vietnam. Jika pangsa pasar Grab di Vietnam melebihi 50% pasca kesepakatan tersebut, otoritas bisa mengambil tindakan tegas.

Country Head Grab Vietnam Jerry Lim mengatakan, regulator setempat akan mempertimbangkan dinamika kompetisi di pasar Vietnam dalam investigasinya. Di Filipina, Komisi Anti Persaingan Usaha setempat menyatakan akan memantau kepatuhan Grab untuk memperbaiki kualitas layanannya pasca merger dengan Uber.

Di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga memantau bisnis Grab pasca akuisisi operasional Uber di Asia Tenggara. Beberapa hal yang dicermati antara lain soal kemungkinan terhambatnya pelaku usaha lain dan predatory pricing. Menurut data KPPU, pangsa pasar industri transportasi berbasis teknologi di Indonesia dikuasai Go-Jek sebesar 79,2% sedangkan Grab pasca akuisisi Uber menguasai 20,8%.

(Baca: Go-Jek Gunakan Merek Baru di Vietnam dan Thailand)