PrivyID, Startup Lokal yang Siap 'Ekspor' Tanda Tangan Digital

Katadata/Desy Setyowati
CEO & Founder PrivyID Marshall Pribadi di Yogyakarta, Sabtu (17/3).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
19/3/2018, 14.48 WIB

Berkembangnya bisnis digital bukan tanpa resiko. Kemudahan beraktivitas hanya bermodal email, akun media sosial, atau nomor telepon sebagai identitas, sebenarnya menyimpan potensi penyalahgunaan. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya startup Privy Identitas Digital (PrivyID) sebagai penyedia tanda tangan digital.

PrivyID didirikan di Jakarta pada 2016 sebagai penyedia identitas tunggal yang terintegrasi secara universal di dunia maya bagi penggunanya. “Seluruh tanda tangan elektronik yang dibuat dengan aplikasi PrivyID memiliki kekuatan hukum selayaknya tanda tangan basah,” kata CEO & Founder PrivyID Marshall Pribadi saat Media Gathering di Antologi Collaboractive Space, Yogyakarta, Sabtu (17/3).

Sebagai perusahaan yang terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik bagi warga Indonesia. Keamanan informasi data pengguna aplikasi PrivyID terjamin melalui penggunaan teknologi asymmetric cyrptography.

(Baca juga: Saingi Amazon, Alibaba Cloud Luncurkan Data Center di Indonesia)

Dengan tarif mulai Rp 35 ribu untuk 10 dokumen, Marshall mengklaim, penggunaan tanda tangan digital bisa menghemat biaya operasional perusahaan. Sebab, dengan tanda tangan digital pada dokumen atau surat elektronik, tidak perlu lagi ada biaya cetak dan kurir.

Untuk membuat akun PrivyID, pengguna diharuskan untuk mengunggah foto diri dan KTP, serta data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat bekerja, hingga riwayat pendidikan.

Data-data tersebut juga akan diverifikasi dan dipetakan kembali secara unik oleh PrivyID. Contohnya, data NIK pengguna akan langsung di cocokkan dengan data pemerintah. PrivyID juga menjamin data penggunanya dengan sertifikasi dari lembaga-lembaga internasional seperti International Organization for Standardization (ISO) dan International Elecrotechnical Commission (IEC).

PrivyID menargetkan jumlah pengguna meningkat 2 juta menjadi 3 juta di 2018. Jumlah klien pun ia targetkan mencapai 200 perusahaan, dari saat ini sekitar 70 institusi.

Adapun, perusahaan besar yang sudah dilayani oleh PrivyID di antaranya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia (BNI), Bussan Auto Finance, PT Koilima Mitra Sejahtera, PT Chatkoo Teknologi Indonesia, PT Teras Perjanjian Digital, dan PT Payfass Teknologi Nusantara. “Sektornya kebanyakan keuangan,” kata Marshall.

(Baca juga: Ruangguru, Startup Pendidikan Kebanggaan Jokowi Incar Status Unicorn)

Legal & Complience Manager of Digital Service Division PT Telkom Indonesia Marlina mengatakan, sejak menjadi klien PrivyID, perusahaannya sudah menandatangani secara digital 112 perjanjian kerja sama sejak November 2016. Jumlah tersebut mencapai 56% dari seluruh total perjanjian kerja sama. “Menggunakan tanda tangan digital lebih fleksibel,” kata dia.

Sales & Marketing Director KlikACC Iwan pun menyampaikan, proses registrasi berkurang dari 11 hari menjadi hanya dua jam, menggunakan tanda tangan digital. Alhasil, nilai pinjaman meningkat dari ratusan juta menjadi miliaran. “Kami ngobrol dengan peminjam, kecepatan itu yang utama, baru bunga,” tuturnya.

PrivyID juga berencana memperluas pasar ke Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia pada 2019. Sebab, perusahaan penyedia jasa tanda tangan digital belum berkembang di negara tersebut.

“Pemain lokal di Singapura, Malaysia dan Thailand ada, tetapi tidak terlalu populer. Di Australia ada, tetapi kami tetap mau masuk,” ujarnya.

Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, Marshall mengakui ada kebutuhan modal tambahan. Saat ini pun, kata dia, perusahaannya sedang menjajaki pembiayaan dengan investor baru yang masih dirahasiakan.

Sebelumnya, PrivyID sudah mendapat pendanaan senilai US$ 5 juta dari anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia yakni PT Metra Digital Investama dan Mandiri Capital Indonesia, serta diikuti oleh Gunung Sewu dan Mahanusa Capital. “Tahun ini cukup. Tahun depan kami cari pendanaan lagi,” tutur Marshall.

Reporter: Desy Setyowati