Lonjakan harga mata uang digital bitcoin masih berlanjut. Mengacu pada data coindesk.com, pada perdagangan Kamis (2/11), harga bitcoin sempat mencapai US$ 6.922,9 atau sekitar Rp 93,8 juta per bitcoin. Ini artinya, harga meroket lebih dari 600% dibandingkan akhir tahun lalu. Dengan perkembangan tersebut, kapitalisasi pasar bitcoin menembus US$ 115,3 miliar atau setara Rp 1,56 triliun.
Lonjakan harga bitcoin terjadi setelah CME, bursa bitcoin di Amerika Serikat (AS), mengumumkan rencananya untuk meluncurkan bursa berjangka bitcoin tahun ini. CME mengklaim, rencana tersebut tinggal menunggu persetujuan dari regulator.
“Kami telah mengupayakan dengan regulator. Mereka mengerti aplikasi kami dan mereka sangat-sangat memahami model yang kami rancang dengan sangat-sangat baik,” kata CEO CME Group Terry Duffy seperti dikutip CNBC.
Keberadaan produk semacam itu dipercaya bakal membuat lebih banyak investor institusi masuk ke pasar mata uang digital. Hal ini turut mendongkrak harga bitcoin.
Rencananya, penyelesaian transaksi untuk kontrak berjangka bitcoin bakal dilakukan secara tunai (cash-settled) dengan mengacu pada CME CF Bitcoin Reference Rate (BRR) yang sudah diluncurkan pada November 2016 lalu.
Sejauh ini, munculnya regulasi-regulasi pendukung mata uang digital di berbagai negara terus menjadi katalis bagi kenaikan harga bitcoin. Di awal tahun ini, misalnya, pemerintah Jepang mengeluarkan aturan yang mengizinkan merchant untuk menerima pembayaran dengan bitcoin.
Meski begitu, mata uang digital masih menuai kritik dan penolakan dari sejumlah pihak. CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon bahkan sempat menyebut bitcoin sebagai penipuan dan mengancam akan memecat siapapun di perusahaan yang memperdagangkannya. Belakangan, Pemerintah Tiongkok juga melarang operasional bursa uang digital di negara tersebut.
Sementara itu, di Indonesia, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan larangan bagi penyelenggara jasa sistem pembayaran yang berizin untuk memproses transaksi dengan mata uang digital. Sebab, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. (Baca juga: Harga Bitcoin Anjlok Usai Dilarang Tiongkok, BI Berikan Peringatan)
Namun, belum ada kejelasan dari pemerintah tentang kemungkinan dibuatnya aturan khusus terkait investasi mata uang digital sehingga tidak luput dari pengawasan pemerintah. Sebab, pemegang uang digital di Indonesia disebut-sebut kian banyak seiring harganya yang meroket. (Baca juga: Satgas Waspada Investasi Setop Bisnis Bitcoin-Ethereum 4 Perusahaan)
Di sisi lain, Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia, perusahaan yang memfasilitasi jual-beli mata uang digital, mengusulkan agar pemerintah mengatur saja mata uang digital sebagai komoditas seperti emas. “Kalau kita coba berpikir bitcoin seperti dolar AS (mata uang), itu kesulitan, terlalu jauh. Siapa bank sentralnya? Siapa yang cetak? Bentuknya? Terlalu pusing!” kata dia kepada Katadata. (Baca juga: Sebagian Besar Transaksi Bitcoin di Indonesia untuk Spekulasi)
Adapun Bank Negara Malaysia (BNM) menyatakan tengah mempelajari semua aspek untuk menentukan kebijakan mengenai investasi mata uang digital di negara tersebut. “BNM mempelajari semua aspek untuk memutuskan kebijakan. Ketentuan mengenai cryptocurrency (mata uang digital) diharapkan keluar pada akhir tahun ini,” kata Gubernur BNM Tan Sri Muhammad Ibrahim seperti dikutip The Malay Mail Online.