Perusahaan induk stasiun televisi SCTV dan Indosiar sedang bernegosiasi untuk mengakuisisi KapanLagi Network (KLN), pemilik jaringan portal berita Merdeka.com dan Kapanlagi.com. Saham KLN yang akan dibeli PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) selaku induk SCTV tersebut adalah milik raksasa media Singapura, MediaCorp.
Informasi ini dibenarkan oleh dua sumber Katadata yang mengetahui proses negosiasi tersebut. "Iya, tapi apakah jadi (transaksinya), (saya) tidak tahu,” kata sumber tersebut, Senin (18/9). Apalagi, menurut dia, Emtek sebenarnya sudah lebih dulu membidik KapanLagi sebelum diakuisisi MediaCorp pada tahun 2014.
Sumber lain Katadata juga membenarkan adanya proses negosiasi itu meski masih belum rampung. “Belum,” katanya singkat.
Direktur Pelaksana Emtek Sutanto Hartono belum merespons konfirmasi perihal kabar ini melalui telepon seluler maupun surat elektronik (e-mail). Adapun, MediaCorp menolak mengomentari kabar tersebut. "Kami tidak mengomentari rumor atau spekulasi," kata Yeong Lai Lai, Mediacorp Feedback Unit, dalam surat elektroniknya kepada Katadata, Selasa (19/9).
Emtek yang mengandalkan Indosiar dan SCTV sebagai pemasukan utamanya (cashcow), memang menggenjot pengeluaran untuk pengembangan konten dalam beberapa tahun terakhir. Pengambilalihan Kapanlagi.com, portal berita artis dan gosip selebritis terbesar di Indonesia ini, dipercayai dapat menambah senjata baru Grup Emtek dalam persaingan bisnis penyediaan konten.
Sementara pengambilalihan Merdeka.com, portal berita umum dan politik, dapat menawarkan sinergi kepada produk serupa yang sudah dimiliki Emtek yaitu portal berita Liputan6.com.
MediaCorp membeli saham KapanLagi Network sekitar tiga tahun lalu, setelah Emtek sempat menunjukkan ketertarikannya tapi belum sempat merealisasikannya. Saat itu, Merdeka.com masuk dalam lima besar trafik kunjungan pembaca media online, berdasarkan pemeringkat trafik Alexa.
Sedangkan Kapanlagi.com menempati peringkat pertama dalam kelompok media online yang fokus pada berita selebritis.
Saat ini, tiga besar trafik kunjungan pembaca media online adalah Detik, Tribun News dan Liputan6. Sedangkan KapanLagi dan Merdeka.com masing-masing menempati peringkat ke-5 dan 6.
Merdeka.com didirikan pada tahun 2011 oleh mantan wartawan Detik.com, Atmaji Sapto Anggoro, bersama dengan Kapanlagi Network yang didirikan oleh Steve Christian dan beberapa rekannya tahun 2003.
Selain akuisisi tersebut, Emtek sedang berambisi mengembangkan Blackberry Messenger (BBM) yang ditujukan bukan hanya sebagai aplikasi pesan instan, tetapi juga penyedia berbagai macam konten. Beragam konten itu mulai dari berita sampai pemesanan tiket yang dikembangkan oleh Grup Emtek maupun kerja sama dengan pihak ketiga.
Kondisi keuangan Emtek
Dalam laporan keuangan Emtek, posisi Kas dan Setara Kas melonjak 82% menjadi Rp 5,3 triliun pada akhir Juni lalu, dibandingkan Rp 2,91 triliun per akhir Desember 2016. Biasanya kecenderungan perusahaan yang sedang ancang-ancang melakukan akuisisi adalah memiliki posisi kas yang melonjak.
Arus kas Emtek dari waktu ke waktu menunjukkan kondisi yang sehat dan stabil. Pada enam bulan pertama tahun ini, Emtek membukukan Kas Neto yang Diperolah dari Aktivitas Operasi sebesar Rp 464,3 miliar, meningkat dibandingkan Rp 447 miliar pada periode sama tahun lalu.
Pada Juni 2016, Emtek membayar US$ 207 juta demi mendapatkan lisensi BBM dan berkomitmen mengembangkan konten, serta membuat penyempurnaan layanan.
Namun, pengecekan oleh Katadata terhadap aplikasi BBM pada Selasa (19/9) masih menunjukkan sedikitnya aplikasi yang ditawarkan BBM. Selain waktu loading yang cenderung lama, penggunaan aplikasi BBM dirasa masih jauh dari tingkat penilaian 'user-friendly' dan intuitif.
Bisnis televisi nasional
Bisnis televisi nasional 'free-to-air' seperti yang dijalankan Emtek dianggap sangat menguntungkan, karena sebagian besar pengeluaran iklan masih tertuju pada televisi.
Selain itu bisnis surat kabar di Indonesia cenderung terpecah atau terbagi pada segmen pasar daerah masing-masing. Kondisi ini menyulitkan bagi PT Unilever Indonesia Tbk, misalnya, untuk memasang iklan sabun Lux dan deterjen Rinso di satu surat kabar dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara keseluruhan.
Lemahnya bisnis surat kabar terbukti dari harian terbesar di Indonesia, Kompas, yang hanya memiliki oplah tertinggi sepanjang sejarahnya di bawah 600 ribu eksemplar di tengah total 250 juta penduduk. Sementara satu media televisi 'free-to-air' nasional dapat menjangkau jutaan orang hingga ke pelosok daerah.
Pada periode Januari-Juli 2017, berdasarkan data Nielsen, pengeluaran iklan di Indonesia masih didominasi oleh 15 televisi nasional, yang menerima total Rp 65,1 triliun, disusul oleh 99 surat kabar sebesar total Rp 15,6 triliun. Adapun, 104 stasiun radio Rp 812 miliar, dan tabloid serta majalah Rp 657 miliar.