Libatkan Tokoh dan Pegiat Medsos, Gerakan Anti Hoax Meluas

Muhammad Firman Eko Putra Katadata
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Yura Syahrul
8/1/2017, 12.24 WIB
 

Perlawanan terhadap penyebaran informasi atau berita palsu (hoax) semakin meluas. Pemerintah melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi bersama-sama dengan organisasi kemasyarakatan, serta sejumlah pegiat media sosial dan tokoh masyarakat menggelar sosialisasi dan kampanye hingga beragam program memberantas brita hoax.

Yang terbaru, sejumlah masyarakat sipil dan pegiat media sosial yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Anti Hoax menggelar sosialisasi sekaligus deklarasi Masyarakat Anti Hoax di kawasan car free day Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Minggu pagi (8/1).

(Baca: Situs Berita Hoax, Mesin Pencetak Uang dan Kegaduhan)

Selain penandatanganan deklarasi tersebut, ada pula orasi oleh para Duta Anti Hoax antara lain artis Olga Lydia, sineas Nia Dinata, psikolog Ratih Ibrahim dan pegiat antikorupsi Judhi Kristantini. Ada juga pemutaran video tentang hoax, games, senam pagi, tari-tarian, pembagian pin Turn Back Hoax, serta lomba foto Instagram.

Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho mengatakan, pihaknya melalui kegiatan ini ingin mengajak seluruh masyarakat peduli dan bersama-sama memerangi penyebaran informasi hoax yang marak di media sosial. Sebab, banyak informasi hoax yang viral di media sosial dan memicu keributan, bahkan merembet menjadi kerusuhan fisik. "Hal ini bukan saja menghabiskan energi, namun juga berpotensi mengganggu keamanan nasional,” ujarnya.

Menurut dia, generasi milenial merupakan yang paling rentan terhadap bahaya hoax. Jadi, sangat disayangkan kalau Indonesia yang harusnya bisa menikmati bonus demografi pada 2030 mendatang justru diisi oleh orang-orang yang tidak cerdas dalam bermedia sosial.

(Baca: Jokowi Perintahkan Tindak Tegas Penyebar Hoax)

Acara sosialisasi dan deklarasi itu jga dilakukan serentak di lima kota lain, yaitu Surabaya, Semarang, Solo, Wonosobo, dan Bandung. Septiaji mengatakan, deklarasi serentak di enam kota ini merupakan bagian dari program memerangi dan membersihkan media sosial dari informasi hoax, fitnah maupun yang bersifat hasutan.

Sejumlah langkah yang telah dilakukan di antaranya merangkul pemimpin maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadi duta anti hoax, penandatanganan Piagam Masyarakat Indonesia Anti Hoax, dan membentuk relawan dan deklarasi relawan anti hoax di daerah. Selain itu, berkolaborasi dengan sejumlah komunitas berjejaring maupun lembaga pemerintah, antara lain kepolisian dan (Kemenkominfo untuk penegakan hukum.

Ada pula tata cara atau code of conduct berkomunikasi dengan cerdas di media sosial, gerakan literasi media ke masyarakat, roadshow ke institusi pendidikan, seperti kampus, sekolah pesantren, ormas, ulama dan pemuka agama, budayawan serta berbagai tokoh masyarakat.

(Baca: BI Laporkan Penyebar Hoax Pencetak Rupiah Baru ke Polisi)

Septiaji mengklaim upaya-upaya yang telah dilakukan sejak Penandatanganan Piagam Anti Hoax pada 1 Desember 2016 itu setidaknya sudah membuahkan hasil. Sejumlah tokoh masyarakat saat ini telah bergabung dan menjadi Duta Anti Hoax, di antaranya, intelektual Muslim Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat, serta Sekretaris Jendral Keuskupan Agung Jakarta Rm V. Adi Prasodjo PR.

ilustrasi Hoax (Arief Kamaludin|Katadata)

Selain itu, sastrawan Goenawan Mohamad, pegiat sosial Anita Wahid, tokoh anti korupsi Erry Riyana Hardjapamekas, Ekonom Destry Damayanti, Ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (ITB) Betti Alisjahbana, praktisi dan pemerhati hukum pidana La Ode Ronald Firman, Nezar Patria dan Dewan Pers.

Di sisi lain,  Nahdlatul Ulama (NU) belum lama ini juga telah meluncurkan gerakan melawan hoax dan radikalisme di internet. NU akan melapor ke Kemkominfo dan kepolisian jika menemukan situs yang membahayakan. NU juga mengajak masyarakat agar menghindari informasi hoax, yaitu dengan memperbanyak literasi informasi dan menerapkan prinsip tabayun (mengklarifikasi informasi yang diterima).

Sementara itu, Dewan Pers berencana memberikan barcode untuk media-media yang sudah terverifikasi. dengan begitu, memudahkan masyarakat membedakannya dengan media “abal-abal” yang kerap menyebarkan berita hoax. "Dengan ada barcode-nya, berarti media tersebut trusted (terpercaya), terverifikasi di Dewan Pers," kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

(Baca: Jerman Akan Denda Facebook Rp 7 Miliar per Satu Berita Hoax)

Di sisi lain, Ketua Bidang Kebijakan Strategis Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Teguh Prasetya mengusulkan agar ada peringatan dalam bentuk pop-up yang muncul pada situs-situs yang rentan terhadap hoax. “Langkah ini perlu dilakukan untuk melengkapi pemblokiran situs yang sudah terbukti melakukan pelanggaran dan juga content filtering yang dilakukan oleh Kemkominfo."

Sepanjang tahun lalu, Kemkominfo telah memblokir sebanyak 800 ribu situs. “Keberhasilan itu bukan dari seberapa banyak situs yang diblokir, tapi dari bagaimana masyarakat itu sendiri bisa mem-filter,” kata Menkominfo Rudiantara pada acara deklarasi Masyarakat Anti Hoax tersebut.

Hingga 9 Februari mendatang, Kemkominfo akan memblokir 40 ribu media online yang teridentifikasi sebagai penyebar berita hoax. "Dari 40 ribu itu yang sudah diverifikasi tidak lebih dari 300-an,” katanya.

Namun, ke depan, Rudiantara mengatakan akan fokus pada upaya literasi. “Pemerintah lebih fokus pada literasi, blokir situs itu capek, bukan di hilir seperti menyembuhkan orang sakit, kalau di hulu bagaimana membuat orang sehat. Itu yang jadi prioritas,” katanya.