Daftar Startup Dunia yang Berhenti Beroperasi pada 2019

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pameran startup teknologi dan inovasi industri anak negeri di Hall B JCC, Jakarta, pada Kamis (3/10).
30/12/2019, 19.38 WIB

7. Munchery (2010 - 2019)

Startup pengiriman makanan ini berhasil menghimpun dana sebesar US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,74 triliun. Perusahaan mengumumkan penutupan bisnis kepada pelanggannya melalui email. Setelah pengumuman itu, para vendornya menuduh Munchery mengambil keuntungan dari mereka di jam-jam terakhir, dengan tetap mengizinkan mereka melakukan pengiriman yang tidak dapat dibayar perusahaan.

8. Nomiku (2012 - 2019)

Startup perangkat masak ini telah menghimpun dana sebesar US$ 145 ribu atau sekitar Rp 2 miliar. Setelah beberapa kampanye Kickstarter yang sukses bernilai US$ 1,3 juta, dukungan dari Samsung Ventures, hingga perubahan ke bisnis perencanaan makan, startup ini tetap tidak bisa bertahan.

9. Osterhout Design Group/ODG (1999 - 2019)

Kabar penutupan startup pelopor di bisnis kaca mata AR ini mencuat pada minggu-minggu pertama bulan Januari. Beberapa tahun lalu, perusahaan mengumpulkan dana US$ 58 juta atau sekitar Rp 807 miliar, namun kurang dari setahun kemudian, perusahaan telah terbakar oleh pendanaannya sendiri dan tidak bisa membayar karyawannya.

Pada awal 2018, ODG telah kehilangan setengah dari karyawannya di tengah upaya perusahaan mencari pinjaman untuk membayar kembali karyawan. Pada awal 2019, hanya sedikit kru yang menunggu penjualan paten, setelah akuisisi oleh beberapa perusahaan teknologi besar, termasuk Facebook dan Magic Leap, gagal.

10. Omni (2014 - 2019)

Startup ini memulai bisnis sebagai perusahaan yang menyediakan tempat penyimpanan (storage) fisik. Namun, setelah menjual bisnis storage pada Mei, perusahaan berbisnis di bidang teknologi, dengan membangun platform yang memungkinkan pedagang retail untuk mengoperasikan sendiri bisnis penyewaan dan penjualan produk. Namun, bisnis ini tidak berhasil.

Perusahaan berhasil menghimpun dana US$ 35,3 juta atau sekitar Rp 491,2 miliar. Setelah penutupan perusahaan, sekitar 10 insinyurnya direkrut oleh Coinbase.  

11. Scaled Inference (2014 - 2019)

Startup di bidang machine learning dan AI ini berhasil menghimpun dana sebesar US$ 17,6 juta atau sekitar Rp 245,9 miliar. Pada 2014, perusahaan yang didirikan oleh mantan orang Google Olcan Sercinoglu dan Dmitry Lepikhin ini menjadi headlines. Ini lantaran rencananya membangun machine learning dan AI yang mirip dengan yang digunakan oleh internal perusahaan seperti Google, dan menjadikannya sebagai layanan cloud yang tersedia untuk semua orang.

Ambisi itu menarik banyak investor termasuk Felicis Ventures, Tencent, dan Khosla Ventures. Sayangnya, perusahaan akhirnya harus tutup karena kurangnya dana imbas kurangnya jumlah pengguna (traction).

12. Sinemia (2015 - 2019)

Startup layanan tiket ini berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 1,9 juta atau sekitar Rp 26,4 miliar. Sinemia menghadapi keluhan pelanggan, bahkan tuntutan hukum terkait beberapa isu dalam aplikasinya, biaya tersembunyi, dan kebijakan penutupan akun. April lalu, perusahaan mengumumkan bahwa mereka mengakhiri operasinya di Amerika Serikat.

Perusahaan tidak mengatakan tutup sepenuhnya. Banyak staffnya berbasis di Turki. Tapi, situs perusahaan telah offline sejak pengumuman itu.

13. Unicorn Scooters (2018 - 2019)

Startup yang menyediakan layanan skuter listrik ini berhasil menghimpun dana sebesar US$ 150 ribu atau sekitar Rp 2,1 miliar. Perusahaan menghabiskan terlalu banyak uang untuk iklan di Facebook dan Google. Startup ini dengan cepat ditutup tanpa uang yang tersisa, bahkan untuk meminta pengembalian uang atas lebih dari 300 skuter berharga US$ 699 per unit yang telah dipesan.

14. Vreal (2015 - 2019)

Vreal merupakan platform game streaming yang memungkinkan pengguna VR menjelajahi dunia di mana live streamers bermain. Pengguna bisa berjalan di sekitar streamers sebagai avatar, atau sebagai pengamat pasif sambil mendengarkan live streamers bermain.

Startup ini berhasil menghimpun dana sebesar US$ 15 juta atau sekitar Rp 208,7 miliar. Namun, perusahaan berakhir tutup. Dalam keterangan resminya, perusahaan menyatakan penyebab penutupan adalah pasar VR yang belum berkembang secepat yang diharapkan.

Halaman: