Bos Gojek Investasi di Startup Digitalisasi Warung di India

Gojek
Ilustrasi, Bos baru Gojek Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo.
12/12/2019, 11.54 WIB

Hindustan Unilever juga ingin terhubung dengan pembeli melalui aplikasi pengecer yang menjadi mitra m.Paani. (Baca: Warung Pintar, Tokopedia, dan OVO Kolaborasi untuk Rambah Warung)

Di Indonesia, para unicorn dan decacorn termasuk Gojek dan Grab juga mulai merambah pasar warung. Besarnya ceruk di warung kelontong terlihat dari riset Euromonitor International. Pada tahun lalu mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina berbelanja di toko kelontong.

Dari total nilai pasar retail sebesar US$ 521 miliar, sebanyak US$ 479,3 miliar atau 92 % di antaranya merupakan transaksi toko kelontong. Lihat bagan Databoks di bawah ini:



Menurut Euromonitor, potensi ini yang memicu berbagai startup untuk menggaet toko kelontong dengan memberikan pelayanan digital agar bertransformasi menjadi modern. Tokopedia dan Bukalapak memimpin dalam menawarkan toko kelontong melalui online to offline. Bagaimana besarnya transaksi retail di warung kelontong juga tergambar dari data CLSA.

(Baca: Riset CLSA: Warung Jadi Medan Perang Berikutnya Bagi Unicorn)

Riset perusahaan sekuritas ini menyebutkan bahwa warung berkontribusi 65-70 % terhadap transaksi retail nasional. Model business to business (B to B) seperti Mitra Bukalapak atau Mitra Tokopedia ini, menurut CLSA, berpeluang mendorong laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perusahaan ke arah positif.

Dalam laporan bertajuk ‘e-warungs Indonesia’s new digital battleground’ yang dirilis September lalu, CLSA menyebutkan bahwa EBITDA Bukalapak sedikit negatif. Padahal, nilai transaksi atau Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$ 1,8 miliar pada 2019. Bukalapak optimistis EBITDA-nya bakal positif dalam enam bulan ke depan.

Bagi Bukalapak, skema O2O ini berkontribusi 10 % terhadap total pengguna baru. Di satu sisi, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) dengan skema ini hanya US$ 2 per pelanggan atau 10-20 % dari pengeluaran CACs yang biasa digunakan.

Data tersebut menunjukkan bahwa perusahaan bisa meningkatkan jumlah pengguna dengan biaya yang lebih murah. Karena itu, CLSA menilai bahwa segmen warung bakal menjadi ‘medan perang’ selanjutnya bagi para unicorn dan decacorn di Indonesia.

(Baca: Bukalapak Fokus Garap Warung dalam Lima Tahun ke Depan)

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan