BKPM Buka Peluang Besar Investasi bagi Startup Digital

Katadata/Dewi Ulfasari
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong saat berpidato dalam Katadata Forum di Djakarta Theater, Selasa (9/5).
11/3/2019, 13.03 WIB

Perkembangan perusahaan rintisan atau startup di sektor digital begitu pesat. Hingga Februari 2019, ada 2.070 startup dengan pertumbuhan tertinggi di tiga sektor, yaitu on-demand services, teknologi finansial alias financial technology (fintech), dan e-commerce.

Tingginya angka pertumbuhan startup inilah yang mendorong Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mengubah konsep Regional Investment Forum (RIF) tahun ini menjadi berbeda. Dalam perhelatan tersebut, BKPM mengundang sekitar 250 startup.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengatakan industri startup yang semakin berkembang ini harus segera direspons, terutama oleh lembaganya yang melaksanakan fungsi pelayanan dan pelaksanaan penanaman modal. “Sehingga perkembangan industri ini memiliki dampak yang maksimal bagi investasi Indonesia,” kata Thomas di Nusantara Hall, ICE BSD City, Banten, Senin (11/3).

(Baca: Magalarva, Startup Bisnis Pengolah Sampah yang Didanai Investor Jepang)

Perkembangan startup digital terkait erat dengan massifnya penetrasi internet. Data Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) menyebutkan pengguna internet di Indonesia mencapai 143 juta orang atau sekitar 54 % dari total populasi dengan jumlah pemilik smartphone dan mobile internet mencapai 90 juta orang.

Riset Google dan Temasek juga mencatat besaran pasar ekonomi digital Indonesia mencapai US$ 27 miliar atau sekitar Rp 378 triliun. Ke depan, potensinya menjadi US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.400 triliun pada 2025. Dari aliran total investasi asing per tahun US$ 20-25 miliar, diperkirakan 10 % disumbangkan dari sektor ekonomi digital.

Hari ini, BKPM menggelar Regional Investment Forum (RIF) 2019. Acara ini diharapkan menjadi peluang investasi bagi para pelaku usaha startup maupun pemerintah daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata. Karena itu, kali ini temanya “Indonesia’s Digital Drive: Utulizing Digital Technology in Developing Regional and Tourism Investment Opportunities”.

Dalam acara ini, digelar pula beberapa sesi berupa seminar, digital startup pitching, one-on-one meeting antara calon investor dan startup, pemerintah daerah dan calon investor, serta startup dengan calon investor. Juga, ada klinik konsultasi usaha oleh BKPM, Bank Indonesia Fintech Office, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Pariwisata, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta perbankan dan firma hukum.

Untuk one-on-one meeting, BKPM mengatur 148 pertemuan yang melibatkan 64 perusahaan startup serta 45 perusahaan dan investor. Sedangkan untuk kegiatan seminar dihadiri oleh sekitar 800 peserta, yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kedutaan asing, asosiasi dunia usaha, maupun calon investor.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Farah Ratnadewi Indriani mengatakan tujuan RIF untuk mempromosikan peluang investasi Indonesia khususnya di bidang digital dan pariwisata. Caranya, dengan membuka jalur komunikasi antara pemerintah daerah, calon investor, dan startup. “Harapannya, investasi di bidang ekonomi digital dan pariwisata juga bisa naik secara signifikan,” ujarnya.

(Baca: Startup Kesehatan Halodoc Raih Pendanaan Rp 920 Miliar)

Sebagai informasi, BKPM turut mengundang beberapa pembicara dalam acara ini, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika, Staf Khusus Bidang Teknologi Informasi Kementerian Pariwisata, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Wakil Gubernur Jawa Timur, serta Vice President Media and Digital Telkom.

Selain itu, hadir pula berbagai narasumber dari pelaku bisnis dan investor seperti Co-Founder Nalagenetics, Founding Partner of Kejora Ventures, serta Founder Sale Stock (Sorabel). Dalam sesi digital startup pitching, BKPM turut menghadirkan panelis yang terdiri dari NextICorn, Kejora Ventures, MDI Ventures, dan East Ventures.

Startup Berlomba Menuju Unicorn

Di tengah perkembangan perusahaan-perusahaan rintisan tadi, beberapa telah masuk dalam valuasi dengan nilai triliunan rupiah. Dalam kelompok ini ada unicorn, istilah yang makin populer setelah debat kedua calon presiden 2019. Istilah unicorn pertama kali diperkenalkan oleh Aileen Lee pada 2013 untuk mendefinisikan startup yang memiliki valuasi hingga US$ 1 miliar.

Berdasarkan nilai valuasinya, perusahaan rintisan dibagi menjadi empat. Pertama, startup dengan valuasi kurang dari US$ 1 miliar. Kedua, unicorn sebutan bagi startup yang memiliki valuasi US$ 1 miliar atau lebih. Lalu ada decacorn, yakni perusahaan bervaluasi US$ 10 miliar atau lebih. Keempat, hectocorn, yaitu startup yang nilai valuasinya di atas US$ 100 miliar.

Berdasarkan data Cbinsight, terdapat 310 startup dengan valuasi US$ 1 miliar atau lebih. Dari jumlah tersebut, 20 di antaranya sudah masuk kasta decacorn. Hingga saat ini, belum ada startup yang memiliki valuasi hingga US$ 100 miliar.