Regulasi Jadi Ganjalan Startup Kesehatan RI untuk Raih Pendanaan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Ilustrasi, karyawan menghitung uang dolar di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Jakarta, Senin (18/5/2020).
Penulis: Desy Setyowati
2/11/2020, 12.49 WIB

“Kalau beli barang di e-commerce dan salah, bisa ganti. Tapi kalau produk kesehatan salah, itu mengerikan juga,” kata William.

Meski begitu, pemain di sektor kesehatan masih sedikit sehingga bisnisnya dinilai potensial. “Ada permasalahan-permasalah yang belum terjawab,” ujar dia.

Berdasarkan data Frost and Sullivan, nilai industri kesehatan di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 21 triliun pada tahun lalu, meningkat dari US$ 7 triliun saat 2014.

Sedangkan Founder ProSehat dan Chairman Asosiasi Healthtech Indonesia Gregorius Bimantoro mengatakan, ada banyak startup kesehatan yang sedang menggalang pendanaan. Selain itu, penggunaan layanan seperti konsultasi kesehatan virtual meningkat selama pandemi virus corona.

“Tetapi pemanfaatannya belum sebesar yang diharapkan, karena masyarakat Indonesia belum semuanya beralih ke konsultasi virtual,” kata pria yang akrab disapa Bimo itu. Selain itu, “pembiayaan Covid-19 dari pemerintah itu tidak masuk ke healthtech, tetapi layanan offline.”

Regulasi dan kebiasaan masyarakat tersebut menjadi tantangan bagi startup kesehatan Indonesia untuk meraih pendanaan. Sedangkan pemain sejenis lainnya di Asia justru kebanjiran pendanaan selama pandemi corona.

Berdasarkan data CB Insights, pendanaan kepada perusahaan swasta, termasuk startup penyedia layanan kesehatan di Asia turun pada kuartal I. Pada kuartal II, kesepakatannya mulai meningkat.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati