Keduanya juga menerapkan prototipe pengembangan kerja sama di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Medan.

"Tim developer kami terus berusaha membuat konten video yang 'ramah bandwidth' sehingga bisa diakses bahkan dengan 3G," kata CEO Zenius Rohan Monga kepada Katadata.co.id, Kamis (4/2). "Platform Zenius juga memungkinkan pengguna mengunduh video dan menontonnya secara offline."

Startup pendidikan lainnya, Cakap juga merambah konsumen di daerah. Perusahaan menggaet Telkomsel, Kominfo, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) hingga Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menyasar pengguna di kota tingkat atau tier tiga.

Berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk ‘‘Edtech in Indonesia, Ready for Take Off?’ pada Mei 2020 lalu, cakupan layanan pendidikan online berpusat di Jawa. Rinciannya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Penetrasi layanan startup pendidikan di Indonesia per Mei 2020 (Bank Dunia)

Laporan itu berdasarkan survei terhadap 35 startup pendidikan di Nusantara. Sebagian besar dari mereka menawarkan lebih dari satu produk atau layanan.

Investor Kaji Peran Startup Pendidikan di Tengah Vaksinasi

Berdasarkan survei Bank Dunia itu, layanan pendidikan digital di Indonesia setidaknya terbagi menjadi 17 kategori. Rincian pelaku usahanya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Lanskap layanan pendidikan digital di Indonesia (Bank Dunia, 2020)

Sebanyak 62% responden menawarkan produk secara gratis untuk periode tertentu guna menggaet lebih banyak konsumen dan memperluas cakupan layanan. Praktik ini dinilai merugikan perusahaan, karena Bank Dunia mencatat kurang dari 5% pengguna yang mau membayar layanan setelah masa uji coba gratis.

Hanya 43% pengguna layanan pendidikan digital di Indonesia yang berlangganan (Bank Dunia, 2020)

Meski begitu, Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) memprediksi bahwa startup sektor ini tetap diminati oleh investor meski pandemi usai. “Ada beberapa macam edtech di Indonesia. Jadi semestinya tetap ada peningkatan,” kata Sekretaris Jenderal Amvesindo sekaligus CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro kepada Katadata.co.id, dua bulan lalu (10/12/2020).

“Mereka mencari konsumen sebanyak-banyaknya terlebih dulu, baru memikirkan monetisasi,” kata Eddi. “Monetisasi itu bisa melalui cross selling, periklanan, data, dan lainnya.”

Chief Investment Strategist Temasek Rohit Sipahimalani pun memperkirakan, investor akan berfokus pada startup sektor pendidikan, kesehatan (healthtech), dan teknologi finansial (fintech) pada tahun ini.

HealthTech dan EdTech  memainkan peran penting selama pandemi Covid-19, dengan tingkat adopsi yang sesuai,” kata Rohit saat konferensi pers virtual terkait ‘e-Conomy SEA 2020’, tiga bulan lalu (24/11/2020).

Pendanaan ke startup pendidikan Asia Tenggara (e-Conomy SEA 2020)

Di Indonesia, dua startup pendidikan bahkan sudah meraih pendanaan pada awal tahun ini, yaitu Zenius dan Titik Pintar. Akan tetapi, sebagian modal ventura menyoroti perkembangan layanan startup pendidikan di tengah pendistribusian vaksin virus corona.

Mitra di Cowboy Ventures Jomayra Herrera menilai, pelajar mulai terbiasa menggunakan platform pendidikan digital. Namun, perusahaan yang menyasar siswa TK hingga kelas 12, akan sangat menantang dalam menawarkan layanan ke sekolah, terutama di daerah.

“Ini kemungkinan akan menjadi lebih sulit, karena anggaran daerah dan negara bagian semakin ketat,” kata Jomayra dikutip dari Tech Crunch, akhir pekan lalu (28/1). Selain itu, “’alat’ yang tidak menyelesaikan persoalan nyata untuk guru, siswa, dan orang tua, atau yang tak efektif, akan memudar.”

Sedangkan untuk perusahaan yang menargetkan pelajar dewasa, rintangan terbesar yakni mengakuisisi pelanggan dan membangun merek yang benar-benar dapat dipercaya. “Konsumen semakin sadar akan pertanyaan yang harus mereka ajukan (misalnya, hasil kelulusan) dan tidak terlalu (dibodohi) oleh pemasaran,” ujar dia.

Mitra di Dunce Capital John Danner sepakat bahwa layanan pendidikan digital tetap diminati saat pandemi corona usai. Namun, sebagian orang tua meninjau ulang pelajaran yang diterima oleh anak selama belajar online dari rumah.

Ia memperkirakan, startup pendidikan bakal mengadopsi teknologi-teknologi canggih seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan komputasi awan (cloud). “Sekarang, itu semua tentang pengalaman langsung dan interaksi manusia. Dalam lima tahun, saya pikir kita akan mulai melihat dampak signifikan dari AI yang menggantikan banyak fungsi manusia,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh mitra di GSV Ventures Deborah Quazzo. “Pendidikan masih tertinggal dalam hal adopsi teknologi dibanding rerata perusahaan (berbasis inovasi),” kata dia.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan, Desy Setyowati