Rencana merger unicorn Tanah Air Tokopedia dengan decacorn Gojek akan mempengaruhi nasib platform teknologi finansial (fintech) pembayaran OVO. Bila merger Tokopedia-Gojek terealisasi, Tokopedia dikabarkan akan melepaskan sahamnya di OVO.
Tokopedia akan melepaskan OVO karena Gojek telah memilili memiliki fintech pembayaran GoPay. Sebaliknya, OVO dikabarkan akan memilih berafiliasi dengan e-commerce lain, yakni Bukalapak.
DealStreetAsia melaporkan saat ini Tokopedia dan afiliasinya masih memiliki 41% saham di OVO. Rinciannya yakni Tokopedia mempunyai 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa.
Lalu, co-founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya memiliki 5% melalui PT Wahana Innovasi Lestari yang diakuisisi dari Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham di induk OVO.
Sumber The Information mengatakan, gabungan kedua startup jumbo itu kabarnya bernama GoTo dengan valuasi US$ 18 miliar. Kesepakatan merger kedua perusahaan juga dikabarkan akan segera tercapai.
DealStreetAsia kemudian melaporkan seorang eksekutif yang terlibat dalam diskusi merger mengatakan, Tokopedia bakal menjual sahamnya di OVO apabila bergabung dengan Gojek.
Sumber Tech In Asia yang dekat dengan OVO juga menilai, OVO sudah mengurangi ketergantungannya pada ekosistem Tokopedia. Lalu, setelah tidak lagi bersama Tokopedia, OVO kini dikabarkan sedang menjajal kemitraan dengan e-commerce lain, yakni Bukalapak.
Langkah kemitraan itu didukung oleh langkah pemilik saham OVO, yakni Grab yang membeli 4% saham konglomerat Indonesia Elang Mahkota Teknologi (Emtek). Nilai saham yang dibeli oleh Grab disebut-sebut lebih dari Rp 4 triliun. Sedangkan Emtek memiliki saham di Bukalapak.
Mantan investor startup di modal ventura yang sekarang menjabat sebagai COO platform pembayaran lintas batas Wallex, Hiro Kiga mengatakan bahwa investasi Grab itu memiliki kepentingan strategis dalam pengembangan layanan e-commerce dan pembayaran. Sebab, Tokopedia terancam tidak lagi masuk ekosistem Grab, dan memilih bergabung dengan Gojek.
Sedangkan, menurutnya OVO juga sangat perlu melakukan strategi bisnis untuk merebut pangsa pasar GoPay dan ShopeePay. Salah satu opsinya adalah kemitraan tambahan dengan platform e-commerce.
"Kemitraan kemungkinan adalah solusi yang lebih mudah," kata Kiga dikutip dari KrAsia pada Minggu (2/5).
Head of Corporate Communication OVO Harumi Supit mengatakan, opsi kemitraan OVO dengan Bukalapak itu terbuka untuk dijalani. "OVO sangat terbuka untuk dapat berkolaborasi dengan industri yang berkaitan dengan layanan kami," ujarnya kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (30/4).
Adapun, hingga saat ini OVO juga terus bekerja sama dengan berbagai rekanan strategisnya yang sejalan dengan usaha OVO. "Tujuannya untuk mengembangkan penggunaan atau use-case dan memperluas layanan agar dapat dimanfaatkan oleh para pengguna untuk setiap kebutuhan," ujarnya.
Namun, Bukalapak enggan menanggapi potensi kolaborasinya dengan OVO dampak merger Tokopedia dan Gojek. "Kami tidak bisa memberikan komentar terhadap berita yang sifatnya spekulasi seperti ini," kata Bukalapak kepada Katadata.co.id, Senin (3/5).
Selain potensi menggaet kemitraan dengan Bukalapak, langkah Grab yang membeli saham Emtek juga mendekatkan potensi merger OVO dan DANA. Sebab, DANA merupakan platform fintech yang disuntik pendanaan oleh Emtek.
Kabar OVO dan DANA akan merger sebenarnya sudah berhembus sejak 2019. Pendiri sekaligus pemilik Lippo Grup Mochtar Riady mengatakan, perusahaannya menjual dua pertiga saham OVO.
Pada akhir 2019, Grab dikabarkan dalam pembicaraan untuk membeli DANA dari Emtek. Sumber Reuters juga mengatakan, Grab berencana menggabungkan OVO dengan DANA. Hal itu untuk melawan dominasi GoPay besutan Gojek.
Selain itu, peluang OVO dan DANA merger semakin kuat karena faktor Alibaba. Raksasa teknologi Tiongkok ini disebut-sebut berencana menyuntik modal Grab pada akhir tahun lalu.
Alibaba memiliki saham di DANA melalui Ant Financial. “Lebih banyak pembicaraan seperti itu (merger OVO dan DANA), mungkin menyusul (di tengah diskusi Alibaba dan Grab),” kata CEO perusahaan venture builder berbasis di Singapura, Momentum Works Li Jianggan dikutip dari ChannelNewsAsia, akhir tahun lalu (23/9/2020).