Makin Banyak Startup Pendidikan Terapkan Strategi Belajar Hibrida

Zenius
Kegiatan franchisee gathering Zenius dan Primagama di Palembang
Editor: Yuliawati
20/4/2022, 18.17 WIB

Startup pendidikan di Indonesia seperti Sekolah.Mu dan Zenius gencar menerapkan strategi penggabungan metode belajar online dan offline atau hibrida. Strategi ini untuk meraup potensi pasar pengguna setelah pandemi Covid-19.

Terbaru, startup Pendidikan.id mengandalkan aplikasi Kipin untuk menggarap metode pembelajaran hibrida bagi penggunanya. "Kipin hadir sebagai solusi pembelajaran hibrida seluruh sekolah di Indonesia," demikian dikutip dari siaran pers Pendidikan.id, Rabu (20/4).

Kipin menyediakan kebutuhan pembelajaran siswa mulai dari konten pendidikan lengkap hingga software asesmen khusus bagi siswa dan guru. Kipin dari Pendidikan.id juga menyediakan Paket Merdeka, yang terdiri buku pelajaran sekolah, video pembelajaran, latihan soal, dan bacaan komik literasi.

Ada juga layanan server perpustakaan digital internal sekolah. Melalui layanan ini, sekolah dapat mengunggah file baik dokumen dan video ke dalam server Kipin.

Sebelumnya, startup Sekolah.Mu juga mengusung konsep blended learning atau memadukan pembelajaran online dan offline. Perusahaan rintisan itu kini memiliki 5,3 juta murid dan menggaet lebih dari 1.000 guru.

Sekolah.Mu juga menjadi salah satu platform yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melaksanakan program Kartu Prakerja.

Kemudian, startup Zenius menerapkan strategi hibrida dengan cara mengakuisisi lembaga pendidikan luar sekolah Primagama. "Kami sangat percaya bahwa model pembelajaran hibrida memberikan hasil terbaik bagi siswa," kata CEO Zenius Rohan Monga bulan lalu (7/3).

Apalagi, Primagama memiliki lebih dari 300 cabang, 3.000 pengajar, dan 30.000 siswa per tahun.

Perusahaan rintisan pendidikan ini pun menargetkan satu outlet di setiap kota/kabupaten di seluruh Indonesia pada 2024 melalui model bisnis franchise.

Startup pendidikan gencar mengembangkan strategi hibrida karena pandemi Covid-19 mulai reda. Banyak siswa pun sudah mulai belajar tatap muka.

Kondisi ini berbeda dengan awal pandemi, pembatasan membuat sekolah dan murid menerapkan sistem pembelajaran secara online. Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain and Company, aplikasi pendidikan di Asia Tenggara diunduh 20 juta kali sepanjang Januari-Agustus 2020. Jumlahnya naik tiga kali lipat dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya enam juta.

Namun, banyak warga yang setuju jika pembelajaran tatap muka digelar. Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 76% responden setuju dengan rencana pemberlakuan pembelajaran tatap muka.

Rinciannya, sebanyak 49,1% setuju dan 26,9% sangat setuju. Sementara yang tidak setuju mencapai 18,9%, dengan rincian 3,4% sangat tidak setuju dan 15,5% tidak setuju pembelajaran tatap muka. Adapun sebanyak 5% responden tidak menjawab atau tidak tahu.

Adapun selama pandemi, lebih dari 50% responden di Indonesia menggunakan YouTube dan Zoom untuk kegiatan pengembangan diri, baik hard skill, soft skill, hobi, maupun bahasa asing. Sekitar 30% responden juga memanfaatkan Google Meet dan Ruangguru. Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan