Silicon Valley, Pijakan Grady Laksmono dalam Membesarkan Moka

Youtube
Grady Laksmono, Co-Founder Moka
Penulis: Syahrizal Sidik
8/7/2022, 07.30 WIB

Nama Grady Laksmono tidak asing lagi di industri startup Tanah Air. Dia pendiri perusahaan rintisan Moka pada 2014, sebuah platform bisnis yang membuka jalan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk menjalankan bisnisnya dengan mudah.

Platform bisnis Moka menyediakan layanan bisnis end to end bagi merchant mulai dari  point of sale (POS), inventory system, dan customer relationship management (CRM), hingga akseptasi pembayaran, modal usaha, dan fresh supplies. Karena terus berkembang, Moka kemudian diakuisisi oleh Gojek pada 2020 senilai Rp 2,02 triliun.

“Sekarang Moka sudah bagian dari GoTo Financial. Sekarang gue bantu GoTo di salah stau produknya, namanya Selly,” kata Head of Selly, Grady Lasmono, dalam program serial podcast Impacttalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.

[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]

Sejalan dengan itu, pendanaan ke perusahaan rintisan di Indonesia juga terus bertumbuh. Aliran investasi yang masuk ke startup berbasis teknologi atau digital berkembang pesat di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, jumlah startup penerima pendanaan lebih banyak dan total nilainya jauh lebih tinggi dari sebelum pandemi.

Catatan Katadata.co.id, berdasarkan hasil riset perusahaan digital PR, Scale PR, terdapat 104 perusahaan rintisan Indonesia yang memperoleh pendanaan sepanjang enam bulan pertama di 2021. Jumlah itu meningkat 40,5 % dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 74 startup. Angka ini juga meningkat 53 % dari periode 2019.

Adapun, total pendanaan yang diperoleh 104 perusahaan berbasis teknologi tersebut mencapai US$ 3,8 miliar, naik 91% dibandingkan total pendanaan sebesar US$ 2 miliar di semester pertama tahun 2020. Valuasi pendanaan ini juga naik 216% dari US$ 1,2 miliar semester pertama tahun 2019.

Tiga sektor yang menjadi andalan yang paling banyak dilirik investor, yaitu sektor finansial teknologi (fintek), logistik, dan e-commerce. Itu dilihat dari besarnya jumlah perusahaan rintisan dan pendanaan yang mengalir di sektor tersebut.

Dikutip dari laman Gojek, Selly merupakan keyboard lengkap untuk membantu para penjual online. Cek ongkir, balas chat dengan auto-text, hingga pesan kurir dan layanan pembayaran, semua bisa dilakukan tanpa perlu berpindah aplikasi.

Saat ini, Selly sudah membantu lebih dari 1 juta transaksi usaha mikro, kecil dan menengah hingga perusahaan besar setiap bulannya. Beberapa nama di antaranya Watsons, The Food Hall, Decathlon, hingga Optik Melawai.

Selly memiliki sejumlah fitur yang dapat memudahkan penggunanya mengelola transaksi, melihat dan mengunduh laporan transaksi, membuat daftar pelanggan, membuat label pengiriman, dan pengingat harian pada Selly dashboard. Tidak hanya itu, pengguna juga bisa mengelola transaksi dari beberapa admin dengan fitur multi-admin pada Selly dashboard.

Pulang Kampung ke Indonesia untuk Memberi Dampak

Sebelum berkiprah di Moka, Grady lebih dulu bekerja di beberapa perusahaan raksasa teknologi di Silicon Valley, Amerika Serikat seperti Yahoo!, Zynga, OpenX, hingga Albumatic. Namun Grady ingin kembali ke Indonesia untuk membangun perusahaan rintisan yang memiliki dampak luas di Tanah Air.

Dalam menapaki pilihannya tidaklah mudah. Banyak pihak yang menyayangkan hal itu pada awalnya. “Faktor yang menarik saya, saya ingin memberi dampak di my home country,” ujarnya.

Grady menyadari bahwa mendirikan perusahaan rintisan di Indonesia tidak seperti membalikkan telapak tangan. Para pendiri perusahaan rintisan harus mau bersusah payah. Apalagi, iklim perusahaan rintisan di Indonesia dan Silicon Valley sangat berbeda

Kondisi di dua negara ini tidak simetris, sehingga terjadi culture shock, misalnya. “Bikin perusahaan itu pasti gak gampang. Kalu mau jadi founder, by default harus berani susah,"  kata Grady.

Sebagai contoh, hal yang paling sederhana adalah mengenai kemacetan di Jakarta. Untuk menyiapkan rapat harus dilakukan jauh-jauh hari. “Kalau salah jalan, sudah pasti telat dan hilang. Ini salah satu yang menurutku stress banget,” ujarnya.  

Hal kedua adalah budaya kerja di Indonesia dan Amerika Serikat yang berbeda. Ia berharap, dukungan dari pemerintah untuk berkarya dan berinovasi dengan menjadikan Silicon Valley salah satu contohnya.

Lantas, bagaimana cerita sebulan pertama Grady sewaktu mendirikan Moka? Awalnya, dia menyewa sebuah ruang perkantoran kecil di Regus. Kemudian, untuk merekrut pegawai, Moka mengandalkan media sosial untuk para profesional, Linkedin.

“Dari awal, gue pake Linkedin very intensif untuk head hunting. Dan pengalaman dari Silicon Valley, orang yang jago tidak apply,” kata dia.

Grady juga membangun budaya kerja di Moka yang saat ini terdiri dari 120 engineer. Membangun kultur di perusahaan rintisan haruslah konsisten. Misalnya, seorang produk manger harus berpikir bisnis.

“KPI untuk produk manager itu bisnis KPI. Itu membantu men-translate dengan apa yang perlu dibuat untuk mencapai target bisnis tersebut,” katanya. "Kedua, independen di dalam tim produk engineering."