Tren Startup Andalkan Utang saat ‘Investor Winter’ Berlanjut di 2023?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Lenny Septiani
31/10/2022, 19.15 WIB

Startup Asia Tenggara menandatangani pembiayaan utang US$ 819 juta atau sekitar Rp 12,7 triliun selama kuartal III. Ini terjadi di tengah ketatnya pendanaan dari investor.

Setidaknya ada 15 kesepakatan utang oleh startup Asia Tenggara sejak awal tahun.  Ini termasuk Traveloka yang mendapatkan pembiayaan US$ 300 juta dari Blackrock dan investor lain.

Selain itu, Atome US$ 100 juta dan Joan besutan Deutsche Bank US$ 60 juta dari Be Group.

Data itu tertuang dalam laporan DealStreetAsia bertajuk Data Vantage yang dirilis pekan lalu (27/10). “Jumlah pembiayaan utang kepada startup Asia Tenggara melonjak dibandingkan tahun lalu,” demikian dikutip.

Selama sembilan bulan tahun lalu, total startup yang mengajukan utang sebanyak 22. Sedangkan pada periode yang sama tahun ini mencapai 42 perusahaan rintisan.

Namun nilai utang yang diambil oleh startup regional menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 2,48 miliar menjadi US$ 1,54 juta (Rp 24 triliun).

Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menjelaskan, utang menjadi salah satu solusi bagi para startup untuk memperpanjang ‘run-way’.

Runway merupakan istilah yang menggambarkan panjangnya umur startup jika pendapatan dan pengeluaran stabil.

“Kesempatan mendapatkan likuiditas melalui pinjaman bisa menjadi solusi mempersiapkan kondisi terkoreksi untuk beberapa tahun ke depan, ketika makro ekonomi dunia terpengaruh,” ujar Edward kepada Katadata.co.id, Senin (31/10).

Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan bahwa tidak mudah bagi startup untuk berutang. “Yang bisa pinjam adalah yang cash flow-nya sehat,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (31/10).

Pendanaan dari Investor Seret

Pendanaan dari modal ventura ke startup Asia Tenggara turun 36,4% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 3,72 miliar atau sekitar Rp 58 triliun. Ini merupakan yang terendah sejak tujuh kuartal terakhir atau akhir 2020.

“Penggalangan dana (ke startup) periode Juli – September turun ke level terendah di tengah lingkungan ekonomi makro yang memburuk,” demikian dikutip dari laporan DealStreetAsia Data Vantage, minggu lalu (26/10).

Jika ditinjau secara kuartalan (qtq), nilai pendanaan dari modal ventura ke startup Asia Tenggara menurun 22%. Namun secara volume atau jumlah transaksi naik 11% menjadi 227.

Itu artinya, investasi yang masuk bernilai lebih kecil dibandingkan kuartal II. “Nilai rata-rata pendanaan seri B dan C menurun karena ketatnya pendanaan ke startup,” demikian dikutip.

Secara keseluruhan, startup yang pernah meraih pendanaan dari modal ventura melakukan 42 kesepakatan untuk mendapatkan utang selama kuartal III. Total nilainya US$ 1,54 miliar atau Rp 23,9 triliun.

Penurunan pendanaan itu disebut ‘investor winter’ atau ‘musim dingin investor’. “Tidak ada 'tech winter' melainkan 'investor winter',” kata Co-Founder sekaligus CEO DANA Indonesia Vince Iswara dalam acara Roundtable: What Local Startup and Investors Should Think About 2022 and Beyond, bulan lalu (15/9).

Reporter: Lenny Septiani