Sejumlah riset internasional menyimpulkan tren investasi ke perusahaan rintisan atau startup Asia Tenggara anjlok dalam beberapa waktu terakhir. Penurunan paling tinggi yakni pendanaan tahap akhir.
Lalu, apa penyebab sebenarnya?
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia atau Amvesindo Eddi Danusaputro mengatakan beban biaya modal atau cost of capital yang tinggi membuat investor lebih selektif. Dengan demikian, para investor lebih memilih untuk berinvestasi ke startup yang bagus atau startup yang memiliki arah menuju perolehan keuntungan atau path to profitability.
Selain itu, Eddi menyatakan alasan lain menurunnya investasi ke startup adalah jalan keluar atau exit yang juga kurang banyak dibanding sebelumnya.
"Meski begitu, investor ke depannya masih investasi, tapi lebih selektif,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Senin (24/7).
Riset DealStreetAsia menunjukkan pendanaan ke startup Asia Tenggara turun 56% selama semester I. “Belum ada tanda-tanda pemulihan pada kuartal II,” demikian dikutip pada Kamis (20/7).
Sementara itu, riset Tracxn Technologies Ltd menyebutkan total pendanaan ke startup Asia Tenggara turun 71% dari US$ 8 miliar pada Semester I 2022 menjadi US$ 2,3 miliar pada paruh pertama tahun ini. Rinciannya sebagai berikut:
- Kuartal I US$ 1,15 miliar
- Kuartal II US$ 1,17 miliar
Tracxn mengatakan dalam laporan bertajuk ‘SEA Tech Semi-Annual Funding’, penurunan investasi paling besar yakni pendanaan tahap akhir, 54% secara tahunan atau year on year (yoy).
Ada enam pendanaan kategori seri di atas US$ 100 juta selama Semester I. ini artinya, secara volume turun dibandingkan Januari – Juni 2022 yang mencapai 18 putaran.
Tren penurunan pendanaan ke startup Asia Tenggara terjadi sejak tahun lalu. Rinciannya sebagai berikut:
- Pendanaan naik ke level tertinggi pada 2021
- Turun 39% yoy pada 2022
- Turun 71% yoy selama Semester I 2023
Beberapa alasan utama tren penurunan pendanaan ke startup Asia Tenggara, yakni:
- Kenaikan suku bunga acuan
- Lingkungan ekonomi makro
Startup teknologi finansial atau fintech telah mengumpulkan total US$ 926 juta selama Januari – Juni. Sektor ini menyumbang hampir 40% dari dana yang dikumpulkan oleh ekosistem startup Asia Tenggara selama Semester I.
Namun pendanaan ke startup fintech turun secara tahunan. Sementara subsektor asuransi atau insurtech mencatatkan peningkatan investasi dari US$ 98,7 juta pada Semester pertama tahun lalu menjadi US$ 262 juta.
Selain itu, pendanaan ke startup otomotif atau autotech tumbuh dari US$ 23,6 juta menjadi US$ 317 juta.
Sementara itu, data Crunchbase menyebutkan pendanaan ke startup Asia anjlok 50% yoy dari US$ 73 miliar menjadi US$ 36,3 miliar. Volume kesepakatan juga turun 40% dari 5.402 kesepakatan menjadi hanya 3.237. Rinciannya sebagai berikut:
- Kuartal I: Volume investasi turun 7%
- Kuartal II: Nilai investasi turun 44% dari US$ 32,8 miliar menjadi US$ 18,5 miliar. Volumenya juga turun 38% dari 2.508 menjadi 1.564.
Penurunan paling tinggi selama kuartal II atau April – Juni yakni pendanaan tahap akhir. Rinciannya sebagai berikut:
- Nilai turun 45% dari US$ 18,4 miliar menjadi US$ 10,2 miliar
- Volume turun 41% dari 246 menjadi 144
Startup Indonesia meraih pendanaan US$ 378 juta atau sekitar Rp 5,8 triliun selama Semester I. Nilai ini jauh di bawah Singapura US$ 1,2 miliar menurut data Tracxn.
Meski begitu, investasi ke startup Indonesia masih lebih tinggi ketimbang Malaysia US$ 202 juta. “East Ventures, Seeds Capital, dan Y Combinator adalah investor paling aktif di Asia Tenggara,” demikian dikutip dari TechNode, Kamis (20/7).