Zenius tutup sementara dan menjadi penanda berlanjutnya tren startup tutup di Indonesia. Apa penyebab startup tutup dan bagaimana proyeksi tahun ini?
Startup pendidikan Zenius menyampaikan, perusahaan menghadapi tantangan operasional. Namun Zenius tidak memerinci tantangan yang dimaksud.
“Kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan bagi para pengguna,” kata perusahaan yang sudah beroperasi selama 20 tahun ini dalam keterangan pers, Kamis (4/1).
“Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasional sementara, tetapi menjamin bahwa kami tidak akan berhenti untuk berusaha menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” Zenius menambahkan.
Zenius menambah daftar startup tutup di Indonesia pada 2022 dan 2023:
2022:
- Startup e-grocery Brambang pada Mei 2022
- Mobile Premier League per Juni 2022
- Startup Beres.id per Juli 2022
- Aplikasi Navigasi Transportasi Publik Trafi per Juli 2022
- Platform earning aset kripto Blocknom tutup pada Juli 2022
- Startup penjualan jasa desain interior dan furniture Fabelio resmi dinyatakan pailit pada awal Oktober 2022
- Startup quick commerce Bananas pada Oktober 2022
- E-commerce Elevenia tutup Desember 2022
2023:
- Startup penyedia ruang kerja bersama alias coworking space CoHive bangkrut per 18 Januari
- Startup social commerce atau platform berbelanja di media sosial berbasis keanggotaan RateS menutup semua gudang per 28 Februari
- Startup e-commerce JD.ID tutup operasional per 31 Maret
- Startup pinjol Danafix tutup operasional per 31 Maret
- Startup penyedia voucer Fave per April
- Startup e-grocery Tumbasin per 2 Mei
- Perusahaan patungan GoTo Gojek Tokopedia dan Unilever yang bergerak di bidang warung digital yakni GoToko per 15 Mei
- Startup cloud kitchen DishServe tutup pada awal Mei. Cloud kitchen merupakan penyedia layanan pesan-antar makanan.
- Startup penyedia solusi layanan perangkat software-as-a-service (SaaS) yang berfokus mendigitalisasi warung Lummo melakukan PHK karyawan dan menutup bisnis pada Mei
- Startup asuransi atau insurtech Futuready per awal Juli
- Startup pinjol Jembatan Emas per 30 September
- Startup Ula memutuskan untuk keluar dari bisnis distribusi FMCG pada Oktober
- Startup properti Rumah.com tutup pada 30 November
- Startup OTA Pegipegi per 11 Desember
Penyebab Startup Tutup
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia atau Amvesindo Eddi Danusaputro menyampaikan, penyebab startup tutup yakni tech funding winter. Para investor menjadi lebih selektif dalam berinvestasi ke startup.
Selain itu, pendapatan startup menurun akibat kondisi makro ekonomi, lemahnya permintaan konsumen hingga suku bunga acuan tinggi.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda. Investasi ke startup Indonesia anjlok 87% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 3,3 miliar menjadi hanya US$ 400 juta atau sekitar Rp 6,3 triliun selama Semester I 2023, menurut data Google, Temasek, dan Bain.
“Minimnya pendanaan menyebabkan startup banyak tertekan,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, Rabu (3/11). “Banyak startup melakukan PHK dan yang menghentikan operasional.”
Proyeksi Investasi Startup 2024
Nailul menyampaikan, investor akan mengkaji kebijakan suku bunga acuan di banyak negara, termasuk Indonesia.
“Saya rasa akan sangat tergantung oleh suku bunga acuan bank sentral Amerika The Fed tahun ini. Apakah akan ditahan, turun, atau justru naik lagi,” kata Nailul.
Jika The Fed menurunkan suku bunga, maka akan memberi sedikit ‘angin’ ke startup untuk memperoleh pendanaan. “Jika ditahan atau naik, maka akan semakin banyak startup yang tutup,” Nailul menambahkan.
Sementara itu, Eddi menyampaikan bahwa investor akan menunggu dan melihat alias wait and see hasil Pemilu di Indonesia dan Amerika. “Tapi ini lebih kepada investor asing,” ujar dia.
“Investor lokal akan terus mencari kesepakatan pendanaan, terutama startup tahap awal dan lanjutan. Investor berinvestasi di startup untuk jangka panjang, sekitar lima sampai delapan tahun,” Eddi menambahkan.
Perusahaan modal ventura, East Ventures optimistis tahun ini menjadi 'angin segar' bagi startup. Sebab, Bank Sentral Amerika Serikat berpotensi menurunkan suku bunga acuan, sehingga memberi harapan pertumbuhan ekonomi AS lebih tinggi.
Namun, East Ventures tetap mewaspadai ketegangan geopolitik di beberapa wilayah yang berpotensi menimbulkan gejolak pasar, serta momen pemilu di Amerika dan Indonesia.
"Memasuki 2024 pasti banyak ketidakpastian. Ketegangan geopolitik di beberapa negara dan ketidakstabilan ekonomi global menyebabkan volatilitas yang besar,” kata Managing Partner East Ventures Roderick Purwana.
“Namun, kami melihat tanda-tanda positif. Kami tetap waspada, memantau dengan cermat, dan fokus pada tujuan kami terlepas dari fluktuasi eksternal,” Roderick menambahkan.
Musim dingin atau funding winter startup di ASEAN diperkirakan berakhir pada 2024. Namun perusahaan rintisan tetap didorong untuk menunjukkan strategi meraup untung guna menggaet investor.
"Keyakinan saya, tahun depan, Anda akan melihat pelonggaran penyebaran dana di Asia Tenggara," kata Co-founder sekaligus Managing Partner Monk’s Hill Ventures Peng T. Ong, dikutip dari CNBC Internasional, bulan lalu (19/12).
Co-founder sekaligus Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara juga memperkirakan investasi modal ventura meningkat dalam enam bulan terakhir pada 2024. “Kami yakin akan meningkat terutama menjelang paruh kedua,” ujar dia.
Jussi memprediksi minat pendanaan ke startup tahun depan diwarnai oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga acuan, modal yang terkumpul turun, serta jumlah mitra investasi semakin terbatas dan lebih selektif.
“Jadi perlu sedikit waktu untuk pulih," Jussi menambahkan.
Namun untuk menarik pendanaan di tengah iklim ekonomi saat ini, startup perlu menunjukkan kepada para investor bahwa mereka memiliki jalur yang jelas dan layak untuk mendapatkan keuntungan.
"Jika 2023 menjadi tahun pergantian gigi, maka 2024 akan menjadi tahun berbelok," kata Founding Managing Partner Insignia Ventures Partners Yinglan Tan.
"Ini akan menjadi tikungan ketat, dengan tekanan dari geopolitik, suku bunga, pasar publik, lanskap kompetitif yang semakin matang yang berdampak pada monetisasi dan alokasi modal untuk perusahaan teknologi,” Tan menambahkan.