Startup Indonesia mulai masif menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) seperti Dekoruma, SweetEscape, dan Garasi.id. Apakah perusahaan rintisan juga masif PHK atau pemutusan hubungan kerja?
CEO Dekoruma Dimas Harry mengatakan, perusahaan memanfaatkan teknologi AI untuk membantu para desainer interior maupun arsitek untuk membuat visualisasi gambaran kepada pelanggan.
“Dengan bantuan AI, desainer interior dan arsitek bisa memberikan perintah, satu menit sudah ada desainnya,” ujar Dimas dalam acara GDP Venture Power Lunch bertajuk 'Maximizing Business Growth with an Effective Crowd-Sourcing Model', di Jakarta, Kamis (6/6).
AI bertujuan mempermudah pekerjaan desainer interior dan arsitek. "Bukan menggantikan manusia, karena kami di bisnis yang sangat personal,” ujar dia.
Startup penyedia jasa foto SweetEscape juga menggunakan AI. Akan tetapi, AI dipakai bukan untuk menghasilkan gambar, melainkan editing.
CEO SweetEscape David Soong mencontohkan, penggunaan AI untuk menyesuaikan warna kulit dengan cahaya dan ras individu. Startup yang menghubungkan pelanggan dengan ribuan fotografer di lebih dari 500 kota di dunia ini pun membangun platform khusus berbasis AI.
Begitu pun Garasi.id yang bergerak di bidang vertical e-commerce khusus otomotif. CEO Ardyanto Alam mengatakan, perusahaan memanfaatkan basis data dari banyak kasus perbaikan mobil untuk menganalisis data sekaligus memprediksi klaim yang mungkin akan diambil oleh pelanggan.
Lini bisnis startup Garasi.id mulai dari jasa dan servis, inspeksi mobil, garansi mobil, dan asisten darurat.
Startup Pakai AI Marak PHK?
SweetEscape, Dekoruma, dan Garasi.id mengimplementasikan konsep bisnis berbasis crowd-sourcing, di tengah adopsi AI.
Bisnis dengan metode crowd-sourcing merupakan model bisnis yang mengandalkan kontribusi dari banyak orang yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Dengan model bisnis itu, perusahaan dapat mengurangi biaya untuk membayar pekerja penuh waktu.
David mengatakan, model bisnis crowd-sourcing membuat perusahaan menjadi lebih untung. Sebab, perusahaan tidak membutuhkan dana besar untuk mempekerjakan karyawan penuh waktu.
Apalagi, bisnis perusahaan yang membutuhkan fotografer di berbagai kota belahan dunia, memiliki kebutuhan dan finansial yang berbeda.
“Kalau rekrut karyawan pasti saya tidak akan untung, karena biaya jauh lebih besar,” katanya.
Sementara itu, Ardiyanto mengatakan model crowd-sourcing bisa membantu perusahaan untuk memperluas bisnis lewat bekerja sama dengan pemilik bengkel. Selain itu, bisa menjangkau lebih banyak pelanggan dengan lebih efisien.
“Bayangkan, kalau Garasi.id mau melayani konsumen yang jumlahnua ratusan ribu. Kami harus punya berapa kantor? Berapa orang?” kata dia.