Kasus Penipuan Finansial Berbasis AI di Indonesia Meningkat 1.550% Sejak 2022

Shutterstock
Deepfake adalah teknologi kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat konten multimedia yang tampak asli, padahal palsu.
Penulis: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati
23/12/2024, 17.32 WIB

Kasus penipuan berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di sektor keuangan Indonesia mengalami lonjakan. PT Indonesia Digital Identity (VIDA) mencatat, lonjakan tersebut sebesar 1.550% sejak 2022 hingga tahun ini.

“Jika tidak segera ditangani, kerugian finansial dan reputasi yang ditimbulkan akan semakin besar,” kata Chief Operating Officer VIDA, Victor Indajang, dikutip dari siaran pers pada Senin (23/12).

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak tahun 2022 hingga triwulan I tahun 2024, total kerugian akibat kejahatan finansial di Indonesia mencapai Rp2,5 triliun, khususnya terkait penipuan dan kecurangan (scam dan fraud).

Kerugian ini disebut tidak hanya berdampak pada institusi keuangan, tetapi juga mengancam kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital.

Metode penipuan berbasis AI terus berkembang, dengan beberapa modus utama seperti:

1. Deepfake dan Penipuan Identitas

Teknologi deepfake sering digunakan untuk menciptakan video atau gambar yang tampak autentik guna memanipulasi proses otentikasi.

Contohnya, pelaku kejahatan menggunakan gambar palsu untuk menyetujui transaksi ilegal.

2. Pengambilalihan Akun (Account Takeover/ATO)

Modus ini melibatkan pencurian data pribadi melalui serangan phishing atau pencurian data, memungkinkan pelaku untuk mengakses akun korban dan melakukan transaksi tidak sah.

Serangan phishing tercatat menjadi ancaman utama, dengan 41% kasus penipuan finansial terkait pembayaran fintech lending/ pinjaman daring (pindar) yang sering mengeksploitasi kelemahan dalam proses otentikasi pengguna.

Modus ini mengeksploitasi kelemahan dalam proses otentikasi pengguna, termasuk melalui pengiriman file APK berbahaya via instant messaging platform seperti WhatsApp atau email, serta melalui metode lain yang semakin canggih.

3. Penipuan Identitas Sintetis

Dengan memanfaatkan data curian atau teknologi deepfake, pelaku menciptakan identitas palsu untuk mengakses produk keuangan. Fenomena ini diperkirakan menyebabkan kerugian global hingga US$2 miliar per tahun atau setara Rp 32,3 triliun.

4. Pemalsuan Dokumen dalam Klaim Asuransi

Di industri asuransi, pemalsuan dokumen dan tanda tangan menjadi modus utama dalam mengajukan klaim palsu, menambah beban finansial bagi perusahaan asuransi dan konsumen.

Kebocoran data pribadi yang baru-baru ini terjadi juga dapat disalahgunakan untuk memperkuat klaim palsu, memperbesar ancaman terhadap stabilitas industri asuransi.

Atas ancaman tersebut, VIDA menawarkan solusi berbasis teknologi A, VIDA Identity Stack (VIS) untuk perlindungan menyeluruh. VIS mengintegrasikan teknologi verifikasi identitas berbasis biometrik, otentikasi multifaktor, serta deteksi penipuan yang didukung AI untuk mencegah aksi penipuan sebelum terjadi.

Reporter: Kamila Meilina