DPR Optimistis Pembahasan RUU Keamanan Siber Rampung Sebelum Oktober

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Ilustrasi, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Ia optimistis, pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber selesai sebelum Oktober.
12/8/2019, 13.19 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) optimistis, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber selesai sebelum Oktober. Sebab, DPR menilai bahwa aturan ini sangat dibutuhkan di tengah perkembangan teknologi dewasa ini.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, periode pemerintahan 2014-2019 berakhir pada September nanti. “Kami harap (RUU itu) selesai dibahas sebelum periode kami berakhir,” kata dia dalam diskusi publik di Jakarta, Senin (12/8).

RUU tersebut pun masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga sudah memberi masukan terkait naskah akademik, penyusunan subtansi materi, dan muatan teknis penyusunan RUU.

Bambang menilai, regulasi ini sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Sebab, teknologi punya sisi negatif dan positif. Ia mencontohkan, serangan siber yang bisa menimbulkan keresahan sosial.

(Baca: Pelanggaran Data Pribadi di Indonesia: Diperdagangkan hingga Ancaman)

Karena itu, pemerintah perlu menjaga ruang siber (cyber space) Indonesia dari serangan langsung maupun tidak langsung. “Serangan ini perlu diantisipasi. Maka, harus ada cadangan yang Indonesia miliki sendiri, jangan sampai dikendalikan dari luar. Ini tugas BSSN," katanya. 

Belum lagi, ada potensi ancaman dalam bentuk manipulasi pemikiran masyarakat melalui hoaks dan paham radikalisme. "Untuk itu kami di DPR menganggap bahwa (RUU Keamanan dan Ketahanan Siber) ini menjadi penting untuk segera dibuat,” kata dia.

Bambang mengatakan, RUU tersebut bertujuan untuk melindungi segala asset yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak di Indonesia. Berkaca dari pentingnya aturan itu, ia yakin seluruh fraksi di DPR setuju agar regulasi itu segera dirilis.

Apalagi, kebijakan itu mengatur tentang wewenang BSSN. Setidaknya ada lima hal yakni keamanan data, aplikasi,  pengguna akhir (end point), jaringan, dan perimeter. Regulasi ini merupakan inisiasi dari DPR RI.

Ia pun mendorong semua kementerian dan lembaga (K/L) terkait ketahanan nasional untuk mengubah algoritma teknologi yang dimiliki. Hal ini bertujuan supaya sarana itu tidak dikendalikan oleh oknum tidak bertanggung jawab di negara lain.

Ketua BSSN Hinsa Siburian menambahkan, instansinya menerima berbagai masukan terkait RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Sebab, aturan ini bisa mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kemandirian teknologi Indonesia di bidang keamanan siber. 

"Untuk itu perlu payung hukum dan dukungan dari semua instansi tentang pentingnya standar keamanan siber ini," kata Hinsa. Ia pun berharap, regulasi segera diluncurkan.

(Baca: Peretas Incar Indonesia, 25 Juta Ponsel Terinfeksi Malware)

Reporter: Cindy Mutia Annur