Beberapa negara saat ini berlomba-lomba mengembangkan teknologi seperti kecerdasan buatan (Articifial Intelligence/AI), Internet of Things (IoT), dan lainnya. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut, butuh internet yang cepat. Jaringan internet generasi kelima alias 5G pun menjadi pilihan.
Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang paling awal mengadopsi 5G. Di Eropa, beberapa negara masih mengkaji dampak 5G bagi kesehatan. Namun, Swiss tetap membolehkan perusahaan telekomunikasinya, Swisscom, meluncurkan ponsel 5G pertama di negara tersebut.
Switzerland’s Federal Office of Communications memberikan izin kepada Swisscom untuk menawarkan layanan 5G secara komersial. “Jaringan tersebar di seluruh kota besar dan kawasan wisata di Swiss, menjadikannya negara ketiga dengan layanan 5G komersial yang sesuai standar,” demikian dikutip dari Venture Beat, beberapa waktu lalu (19/4).
(Baca: Unggul di Kecepatan Internet, 5G Dianggap Berbahaya Bagi Makhluk Hidup)
Padahal, salah satu wilayah di Swiss, Vaud, menghentikan pembangunan pemancar 5G karena persoalan kesehatan. Karena itu, pemeritah Swiss berjanji akan mengukur radiasi 5G dan menyampaikan hasilnya kepada publik.
Selain Swiss, Finlandia menjadi salah satu negara di Eropa yang mengadopsi 5G meski beberapa masyarakatnya menolak. Warga pun membuat petisi bertajuk Helena Ertz, meminta pemerintah Finlandia untuk melarang 5G. Petisi itu diikuti oleh lebih dari 2.300 pendukung, termasuk ilmuwan dan dokter.
Alasannya, base transceiver station (BTS) 5G lebih banyak dan lokasinya berdekatan dibanding 4G. Hal ini dikhawatirkan meningkatkan paparan radiasi terhadap masyarakat. Meski begitu, Filandia tetap mengadopsi 5G. Bahkan, negara tersebut mulai mengembangkan 6G.
Teknologi 5G dikembangkan oleh pemerintah Finlandia bersama dengan Nokia dan Universitas Qulu. Salah satu maskapai Finlandia pun menjadi salah satu pionir yang melakukan komersialisasi 5G.
(Baca: Langkah Kominfo agar Adopsi 5G di Indonesia Lebih Efisien)
Beberapa negara di Asia dan AS juga gencar mengadopsi 5G. SDX Central melaporkan, perusahaan telekomunikasi asal Korea Selatan, SK Telecom mengakuisisi spektrum frekuensi 3,5 GHz dan 28 GHz untuk memperluas layanan 5G. Korea Telecom bahkan menguji coba 5G di Bokwang, Gangneung, Jeongseon, PyeongChang, dan Seoul pada tahun lalu.
Lalu, jaringan 5G di Tiongkok diperkirakan mencapai 40% dari seluruh wilayah pada 2025. Studi Akademi Teknologi Informasi dan Komunikasi Tiongkok memprediksi, kontribusi 5G mencapai 3,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Negeri Panda itu. Teknologi ini juga diproyeksi menciptakan delapan juta pekerjaan dan menambah nilai ekonomi 2,9 triliun yuan pada 2030.
Di Jepang, 5G diuji coba untuk penggunaan pesawat tanpa awak alias drone dengan AI. Nikkei Asian Review melaporkan, NTT DoCoMo dan Sohgo Security Services bakal menggunakan 5G dalam menangani keamanan selama upacara pembukaan Olimpiade 2020.
Produsen perlengkapan telekomunikasi asal Swedia, Ericsson, memproyeksikan lima sektor yang bakal masif mengadopsi teknologi 5G pada 2026. Kelima sektor itu adalah manufaktur, keamanan publik (public safety); kesehatan; transportasi umum; dan utilitas.
Vice President Network Services Ericsson Indonesia Ronni Nurmal menjelaskan, 5G memungkinkan perusahaan mendapat layanan jaringan dengan tingkat latensi atau keterlambatan transmisi data yang rendah. "Kelima sektor itu, kami prediksi bisa mengadopsi 5G di 2026," kata dia, akhir tahun lalu.
(Baca: Langkah Gencar Telkomsel Kembangkan 5G: Gandeng Huawei hingga Ericsson)