Ahli IT Sebut Bahayanya Beli Akun Netflix & Spotify Secara Ilegal

Instagram/@spotify
Ilustrasi, Spotify. Para ahli informasi teknologi atau IT menyatakan penggunaan akun Spotify dan Netflix secara ilegal beresiko pencurian data hingga ransomware.
30/6/2020, 10.10 WIB

Akun premium layanan streaming video dan musik seperti Netflix atau Spotify marak diperjualbelikan di media sosial hingga e-commerce. Akun tersebut dijual lebih murah dibandingkan harga berlangganan resmi.

Meski begitu, ada bahaya mengincar para pengguna akun layanan streaming video dan musik. Para ahli informasi teknologi (IT) setidaknya menyebut tiga dampak negatif dari akun premium ilegal.

Peneliti Keamanan Siber dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan akun ilegal kemungkinan disusupi oleh serangan atau virus dari peretas. Hal itu bertujuan untuk mengambil data-data milik korban.

"Perangkat korban bisa jadi disusupi malware atau bahkan ransomware," ujar Heru kepada Katadata.co.id, Senin (29/6).

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya menyebut penjual akun ilegal kemungkinan berniat mengarahkan pembeli memasukkan kredensial di situs phising. Caranya, ia melanjutkan, dengan meminta pembeli mengunduh aplikasi atau membuka tautan yang dikirimkan oleh penjual akun. 

Kata phising sendiri merupakan bahasa slang dari fishing yang berarti memancing. Lewat teknik "memancing" inilah peretas bisa menjebak pembeli akun untuk memberikan data-data penting tanpa sadar melalui jaringan internet.

"Jenis penjualan akun streaming ilegal ini memang berbahaya karena kalau akunnya (korban) berhasil dikuasai (lewat phising) akan mengakibatkan pencurian kredensial dan kerugian lain seperti pencurian data-data pribadi mereka," ujar Alfons.

Selain itu, Alfons mengatakan, penyalahgunaan dan eksploitasi akun korban untuk keuntungan finansial peretas, misalnya untuk menyetujui transaksi kartu kredit. "Pelaku juga bisa menggunakan akun yang dieksploitasi itu untuk menipu atau aktivitas kriminal lainnya," ujar dia.

(Baca: Pengguna IndiHome Bisa Akses Netflix? Begini Penjelasan Telkom)

Peneliti keamanan siber dari Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan akun premium Netlfix dan Spotify dijual secara ilegal dengan harga murah. Dalam platform media sosial maupun e-commerce , akun ilegal tersebut dijual antara Rp 25 ribu hingga 75 ribu. 

"Para penjual tersebut umumnya membeli akun-akun tersebut secara borongan di situs gelap (darkweb)," ujar Pratama.

Lebih lanjut, Pratama mengatakan, para penjual membelinya dengan harga borongan yang cukup murah, yakni US$ 0,5 sampai US$ 2 per akun atau sekitar Rp 7 ribu hingga 28 ribu. Akun-akun ilegal tersebut didapatkan lewat dua cara.

Pertama, akun ilegal dari kartu kredit yang didapatkan secara ilegal, lalu didaftarkan ke akun Netflix atau Spotify. Kedua, akun yang didapat dari akun orang lain yang berhasil diretas. Misalnya peretas mendapatkan sejumlah email dan password dari berbagai sumber, lalu secara acak akan dicoba ke Netflix maupun Spotify untuk mengetahui akun premium.

"Biasanya cara kedua ini tidak disadari oleh korban. Misalnya Netflix bisa dipakai di lima gawai berbeda, lalu pemilik hanya memakai di dua gawai, sisanya jatahnya inilah yang digunakan oleh pelaku kejahatan penjual akun ilegal," ujar dia.

Para ahli IT itu pun mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan akun premium ilegal. Pasalnya, aktivitas itu berbahaya bagi perangkat dan data diri dan melanggar huku karena akun ilegal merupakan barang curian. Para ahli tersebut juga meminta pembeli akun ilegal untuk tak mengunduh aplikasi di luar Play Store atau instal aplikasi yang tidak diketahui keamanannya.

Sebagai informasi, Katadata.co.id menemukan beberapa akun premium Netflix dan Spotify yang dijual dengan harga kisaran Rp 15 ribu hingga Rp 60 ribu per bulan di beberapa e-commerce seperti Bukalapak, Shopee, hingga Blibli. Bahkan, ada salah satu akun di Instagram yang menjual premium Spotify seharga Rp 10 ribu per bulan.

(Baca: Layanan Netflix dan Spotify akan Kena Pajak Paling Cepat Agustus)

Reporter: Cindy Mutia Annur