Server aplikasi pesan Signal mengalami gangguan lebih dari 24 jam pada akhir pekan lalu (15/1). Hal itu karena aplikasi pesaing WhatsApp ini kebanjiran pengguna baru.

Berdasarkan situs Down Detector, para pengguna Signal mengeluhkan kesulitan mengirimkan pesan. Perusahaan mengatakan sudah mengandalkan server baru untuk meningkatkan kapasitas.

Gangguan dapat diatasi setelah 24 jam lebih eror. “Signal kembali!” kata perusahaan melalui akun @signalapp di Twitter, Minggu (17/1). “Kami belajar banyak sejak kemarin (16/1). Kami mengatasinya bersama.”

Signal mengatakan, gangguan terjadi karena server tidak dapat menampung kapasitas data akibat meningkatnya jumlah unduhan. “Pada pembaruan aplikasi berikutnya akan memperbaiki (efek samping ini) secara otomatis,” katanya.

Perusahaan menegaskan bahwa kejadian ini tak memengaruhi keamanan sistem. Namun, Signal mengimbau pengguna untuk mengatur keamanan aplikasi.

Untuk pengguna Android, apabila melihat pesan yang tidak terenkripsi dengan baik, maka bisa mengeklik ‘Menu’ lalu memilih opsi 'Reset Secure Session'. Sedangkan bagi pengguna iOS, bisa memilih opsi 'Reset Session'.

Dalam sepekan awal 2021, jumlah pengguna Signal memang meningkat 4.200%. Berdasarkan data Sensor Tower, pengguna aplikasi pesan ini bertambah 7,5 juta selama 6-10 Januari. Pada Rabu (13/1), Signal berada dalam daftar puncak toko aplikasi baik Google maupun Apple.

Jumlah pengguna Signal melonjak, ketika konsumen WhatsApp mempersoalkan kebijakan baru terkait pengelolaan data. Berdasarkan data Sensor Tower, jumlah unduhan aplikasi WhatsApp turun 11% dalam sepekan pertama 2021.

Selain itu, CEO Tesla Elon Musk merekomendasi Signal. Harga saham perusahaan pun melonjak hingga 438% pada Senin lalu (11/1).

Tokoh lain yang mendukung Signal yakni whistleblower asal Amerika Serikat (AS) Edward Snowden. Ia mengunggah ulang cuitan Musk yang merekomendasikan Signal.

Selain Signal, Telegram kebanjiran pengguna. Telegram mengatakan, jumlah pengguna bertambah 25 juta lebih dalam tiga hari pada pekan lalu. Jumlah pengguna aktif bahkan bisa mencapai 500 juta.

“Ada tambahan 25 juta pengguna baru dalam 72 jam terakhir. Sebanyak 38% dari Asia, 27% Eropa, 21% Amerika Latin, serta 8% Timur Tengah dan Afrika Utara,” kata Telegram melalui akun resmi di Twitter, pekan lalu (13/1).

Sedangkan WhatsApp akhirnya menunda kebijakan baru penggunaan data. Anak usaha Facebook ini mengatakan telah menerima banyak respons dari pengguna mengenai pembaruan kebijakan privasi yang dianggap kurang jelas. Ini menyebabkan misinformasi yang menimbulkan kekhawatiran pengguna. 

Oleh karena itu, perusahaan menunda pemberlakukan kebijakan baru dari rencana awal 8 Februari menjadi 15 Mei. Dengan begitu, akun yang tidak memperbarui kebijakan privasi tak akan dihapus.

"Tidak ada akun pengguna yang akan ditangguhkan atau dihapus pada 8 Februari 2021," ujar WhatsApp dikutip dari blog resmi, Sabtu (15/1).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan