CEO Google Sundar Pichai meyakini teknologi mesin pencarian (search engine) masih diandalkan untuk meraup potensi kapitalisasi pasar perusahaan yang lebih besar. Padahal, sejumlah raksasa teknologi seperti Facebook hingga Apple gencar menyasar teknologi metaverse.
Dalam sesi wawancara dengan Bloomberg, Pichai dimintai komentar terkait teknologi yang potensial mendongrak kapitalisasi pasar perusahaan ke depan. Induk Google, Alphabet bulan ini telah melampaui nilai kapitalisasi pasar US$ 2 triliun.
Pichai menyatakan layanan inti perusahaannya saat ini, yakni Google Search, masih potensial mendongrak valuasi ke depan. "Kami mampu beradaptasi dengan itu dan mengembangkan teknologi mesin pencarian akan terus menjadi peluang terbesar,” kata Pichai dikutip Bloomberg pada Rabu (17/11).
Selain Google Search, Pichai juga menyebut bisnis teknologi komputasi awan (cloud), layanan video YouTube dan toko aplikasinya Google Play Store mempunyai peranan penting. Kemudian, investasi terhadap teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) menurutnya akan mendasari masing-masing lini bisnis, termasuk Google Search.
Sejak memimpin Google pada 2015, Pichai memang telah mendorong perusahaan agar gencar menyasar pasar cloud dan berinvestasi banyak di AI.
Eksekutif kelahiran India itu juga berharap lebih banyak produk Google dikembangkan dan diuji coba di Asia terlebih dahulu, sebelum menyebar ke seluruh dunia.
Terkait tren pengembangan teknologi metaverse, ia tidak memberikan komentar secara spesifik terkait strategi Google ke depan. Ia hanya menyebut bahwa teknologi metaverse merupakan evolusi internet. "Ini bukan milik perusahaan manapun," kata Pichai.
Padahal, sejumlah perusahaan seperti Facebook hingga Apple gencar mengembangkan teknologi metaverse sebagai masa depan teknologi global.
Setelah resmi berganti nama menjadi Meta, Facebook ingin berubah menjadi perusahaan 'metaverse' dalam lima tahun ke depan. "Kami pada dasarnya bergerak dari Facebook sebagai perusahaan media sosial menjadi perusahaan 'metaverse' pertama," kata CEO Meta Mark Zuckerberg dikutip dari The Verge, pada Oktober (28/10).
Zuckerberg pernah menggambarkan perusahaan ‘metaverse’ sebagai internet yang memungkinkan setiap orang seolah-olah hidup di dalamnya. “Alih-alih hanya melihat konten,” kata dia dikutip dari BBC.
Ia pun menyampaikan, metaverse Facebook akan dapat diakses di banyak platform termasuk virtual reality (VR), augmented reality (AR), laptop, perangkat seluler, dan konsol gim.
Apple juga berencana meluncurkan perangkat AR dan VR tahun depan. Perangkat ini mirip dengan Oculus Quest milik induk Facebook, Meta yang ingin beralih menjadi perusahaan metaverse.
Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu akan menyematkan sejumlah kemampuan pada perangkat AR dan VR. Salah satunya, memasang cip (chipset) canggih, layar, sensor, dan fitur berbasis avatar.
Gadgetnya juga akan menampilkan setidaknya 15 modul kamera. Selain itu, terdapat teknologi pelacakan mata dan pengenalan iris mata (iris recognition).
Pengembangan satu perangkat tersebut bisa menelan biaya antara US$ 2.000 - US$ 3.000 atau sekitar Rp 28 juta - Rp 42 juta.
Produsen ponsel pintar (smartphone) Samsung juga berencana mengembangkan layanan metaverse atau dunia virtual. Anak usahanya, Samsung Asset Management meluncurkan Samsung Global Metaverse Fund pada akhir Juni.
Perusahaan baru menargetkan menarik 100 miliar won atau sekitar US$ 86,49 juta pada akhir tahun. Sekitar satu miliar hingga dua miliar won mengalir setiap hari.
Wakil Presiden Samsung Asset Management Choi Byung-geun mengatakan, minat pada metaverse telah tumbuh sejak pandemi corona. "Raksasa teknologi global seperti Facebook melihat arah bisnis mereka bergeser ke arah metaverse, industri ini menghasilkan uang," kata Choi.