PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) memisahkan unit bisnis yang bergerak di bidang layanan penyedia internet rumah, Indonesia Digital Home atau IndiHome, dari induk usahanya. Hal ini dilakukan seiring rencana penggabungan usaha antara IndiHome dan Telkomsel untuk bertransformasi dan mewujudkan pola bisnis baru, yakni dengan konsep Fixed Mobile Convergence (FMC).
Lalu, apa sebenarnya definisi FMC, dan bagaimana pola bisnis FMC yang sudah berjalan di berbagai belahan dunia?
Pola bisnis FMC merupakan konvergensi dari sistem komunikasi fixed dan mobile yang ditunjukkan melalui konvergensi sisi terminal, jaringan (network), maupun layanan (service).
FMC dianggap dapat menghasilkan modernisasi layanan telekomunikasi generasi baru, serta memberikan keleluasaan terhadap pelanggan untuk dapat menikmati layanan melalui jaringan fixed maupun mobile yang terintegrasi. Teknologi FMC menjanjikan layanan komunikasi yang selalu aktif bagi pelanggan yang melakukan aktivitas bergerak maupun tetap.
Pada dasarnya, FMC bukan barang baru. Pola bisnis ini merupakan strategi perusahaan telekomunikasi di seluruh dunia sejak 2005 untuk mendulang keuntungan. Bisnis FMC diterapkan di sejumlah negara seperti, Tiongkok, Singapura dan Australia.
Dari sisi teknis, penggabungan layanan broadband dan mobile akan membuat kedua jaringan dapat saling menopang ketika terjadi gangguan (down). Tak hanya itu, bisnis ini juga menghasilkan efisiensi dari berbagai lini, baik belanja modal, pemasaran, teknologi, sehingga mampu menghasilkan keuntungan yang optimal.
Permintaan Tinggi, Suplai Minim
Intensitas penggunaan internet yang tinggi di era pandemi Covid-19 membuat masyarakat menuntut layanan internet berkualitas lebih stabil. Hal ini hanya dapat dipenuhi oleh layanan fixed broadband ketimbang layanan seluler atau mobile broadband. Namun, kenyataannya, belum semua daerah terjangkau oleh layanan fixed broadband.
Berdasarkan data International Telecommunication Union (ITU), jumlah pengguna internet fixed broadband Indonesia hanya 10,71 juta pelanggan. Angka itu jauh lebih rendah dibanding pelanggan seluler yang kini menembus 180 juta pelanggan dengan kepemilikan 330 juta nomor seluler
Sebagai informasi, Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2021 menunjukkan, pengguna internet di Indonesia terus meningkat. Totalnya mencapai 196 juta pengguna atau 73,7% dari total populasi, atau tumbuh 8,9% dari capaian tahun sebelumnya.
Kendati permintaan melonjak, penetrasi jaringan internet tetap pita lebar atau fixed broadband di Tanah Air justru masih minim. Data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) pada 2021 menunjukkan, penetrasi serat optik ke rumah tangga baru sekitar 10,45% dari total wilayah di Indonesia.
Perinciannya, penetrasi jaringan serat optik ke rumah tangga di Jawa paling besar yakni, 12,84%. Selanjutnya, Kalimantan 11,42%, Bali dan Nusa Tenggara 7,63%, Sulawesi 6,74%, Sumatra 5,78%, Maluku dan Papua 5,37%.
Laporan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) bertajuk Indonesia ICT Industry Outlook mengungkap, persoalan infrastruktur masih menjadi hambatan bagi penetrasi internet. Merentangkan jaringan internet merupakan investasi padat modal yang membutuhkan dana besar. Alhasil, penetrasi serat optik masih sangat terbatas.
Investasi jaringan fixed broadband di Indonesia cenderung merosot tajam saat pandemi Covid-19. Sejumlah penyedia jaringan memangkas operasional, menghentikan penggelaran infrastruktur, hingga terancam gulung tikar.
Terbukti, survei internal APJATEL menyimpulkan, sebagian besar perusahaan mengalami penurunan bisnis saat pandemi Covid-19. Dari 54 anggota APJATEL, sebanyak 84% perusahaan menunda pembayaran, 76% menurunkan kapasitas, dan 80% lainnya menghentikan layanan.
Selain itu, 62% perusahaan penyelenggara jaringan tidak melakukan ekspansi di masa pandemi, bahkan 48% responden menuturkan tidak akan bertahan dalam enam bulan tanpa injeksi investasi.
Dalam laporannya, Bank Dunia menyoroti kurangnya persaingan bisnis fixed broadband di Indonesia berdampak terhadap kualitas layanan internet dan keterjangkauan tarif. Tercatat, kecepatan mengunduh (download) internet fixed broadband di Indonesia hanya sebesar 20,13 Mbps. Bandingkan dengan Singapura yang mencapai 197,26 Mbps alias hampir 20 kali lebih cepat dari Indonesia.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 87% pelanggan fixed broadband di Indonesia memakai layanan IndiHome. Layanan dari PT Telkom Indonesia Tbk ini memiliki 8 juta pelanggan sepanjang 2020. Jumlah itu bertambah sekitar 1 juta pelanggan dibanding tahun sebelumnya.