SpaceX Elon Musk dan Militer AS Buat Kontrak Rahasia Rp 28 Triliun

ANTARA FOTO/REUTERS/Thom Baur/FOC/dj
Roket SpaceX Falcon 9, dengan kapsul Kru Dragon, diluncurkan membawa empat astronot pada misi operasi awak komersial NASA yang pertama di Pusat Luar Angkasa Kennedy di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Minggu (15/11/2020).
Penulis: Desy Setyowati
22/2/2024, 11.36 WIB

SpaceX milik Elon Musk bekerja sama dengan Badan Intelijen dan Militer Amerika Serikat (AS) melalui kontrak rahasia. Nilainya disebut-sebut US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 28 triliun.

“Kerja sama rahasia tersebut ditandatangani pada 2021,” demikian isi dokumen yang dilihat oleh jurnalis The Wall Street Journal, Rabu (21/2).

SpaceX telah lama menjadi mitra utama AS dalam meluncurkan satelit militer. Perusahaan internet milik Elon Musk mengembangkan lini bisnis khusus untuk menangani klien pemerintah yakni Starshield.

Perusahaan mengklaim satelit pada Starshield dapat menangani komunikasi dan pelindungan data yang aman, serta kemampuan lainnya. “Militer AS menandatangani kontrak US$ 70 juta dengan Starshield pada Agustus 2023,” kata The Wall Street Journal.

SpaceX juga menjalin kerja sama dengan National Reconnaissance Office, organisasi yang keberadaannya dirahasiakan hingga 1992.

Penyedia internet milik Elon Musk itu tercatat mulai merambah ke pasar militer dan perang misalnya, dengan memberi Ukraina ribuan terminal Starlink. Fasilitas ini memungkinkan Ukraina berkomunikasi di tengah kepungan Rusia.

Elon Musk juga menawarkan layanan Starlink di Gaza. Namun rencana ini dibatalkan setelah beberapa perusahaan menyetop iklan ke Twitter atau X milik orang terkaya di dunia ini setelah dianggap anti-Yahudi.

Namun intelijen Ukraina melaporkan bahwa militer Rusia juga menggunakan banyak terminal Starlink, meskipun Elon Musk mengatakan dia tidak mengetahui hal itu.

Pekan lalu, Ketua Komite Intelijen Parlemen Amerika Mike Turner memberikan peringatan atas laporan intelijen yang mengungkapkan adanya program Rusia yang bertujuan mengerahkan senjata nuklir di luar angkasa.

Gedung Putih mengatakan program Rusia itu belum diluncurkan. Namun hal ini dinilai sebagai ancaman yang ditimbulkan oleh program luar angkasa yang saling bermusuhan.