Anak usaha Telkom yakni Mitratel alias PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk menargetkan bisa menyediakan layanan menara internet terbang atau flying tower system pada 2026. Teknologi ini disebut-sebut memiliki tingkat latensi lebih rendah ketimbang Starlink.
“Kami target selesai riset dan pengembangan pada 2025 dan bisa komersial pada 2026,” kata Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama saat media gathering di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin malam (5/8).
Mitratel mengembangkan menara internet terbang menggunakan teknologi HAPS buatan anak usaha Airbus, AALTO HAPS Ltd. Berdasarkan laman resmi AALTO, latensi atau keterlambatan transmisi data HAPS lima sampai 10 mili detik.
Latensi itu lebih rendah ketimbang satelit geostasioner orbit atau GEO lebih dari 600 mili detik maupun satelit Low Earth Orbit alias LEO lebih dari 50. Starlink menyediakan layanan internet berbasis satelit LEO.
Berbeda dengan buffering, contoh latensi yakni jeda waktu saat mengeklik link atau tautan hingga halaman web terbuka.
Akan tetapi, Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko menyampaikan belum ada uji coba terkait kecepatan internet flying tower system. “Di Afrika sudah diuji coba, tetapi belum terintegrasi dengan internet gateway,” kata dia.
“Kami masih jajaki dan melakukan bersama,” ujar pria yang akrab disapa Teddy itu.
Selain itu, Mitratel masih harus berdiskusi dengan pemerintah terkait regulasi pemanfaatan menara internet terbang atau flying tower system. Sebab, HAPS atau pesawat tanpa awak ini terbang di atas lalu lintas udara konvensional di stratosfer.
Stratosfer adalah lapisan atmosfer Bumi yang berada di atas troposfer dan di bawah mesosfer. Lapisan ini berada di ketinggian sekitar 10 hingga 15 kilometer di atas permukaan laut, tergantung pada lokasi geografis, dan membentang hingga sekitar 50 kilometer.
“Nanti diskusi lagi dengan pemerintah soal regulasi, karena ini ada di jalur naik turunnya pesawat,” kata Direktur Bisnis Mitratel Agus Winarno.
Agus menambahkan, HAPS flying tower system bisa menjangkau hingga radius 200 kilometer alias km. Mitratel akan mengkaji efisiensi biaya penggunaan menara internet terbang ini dibandingkan menara internet base transceiver station atau BTS.