Hakim federal Amerika Serikat (AS), Amit Mehta menyatakan perusahaan raksasa teknologi dunia Google telah melakukan monopoli pada mesin pencari daring.
Hakim menemukan bukti Google menghabiskan US$ 26,3 miliar atau sekitar Rp 425 triliun pada 2021 saja untuk memastikan mesin pencarinya tetap digunakan pada berbagai perangkat secara global.
Langkah Google itu dinilai sebagai tindakan ilegal karena dianggap berupaya memonopoli dengan menggunakan kekuatan pasarnya untuk menahan persaingan dan menjaga statusnya sebagai mesin pencari default di berbagai perangkat dan peramban.
Mehta menjelaskan bahwa kehilangan status default akan berdampak signifikan pada pendapatan Google, khususnya di pasar-pasar utama seperti Safari, yang merupakan peramban web default atau bawaan pada produk Apple.
Kehilangan status default ini diproyeksikan dapat menyebabkan penurunan besar dalam jumlah kueri pencarian serta pendapatan yang dihasilkan oleh Google.
Putusan hakim itu mendapat respons positif dari Jaksa Agung AS Merrick Garland. Ia menekankan tak ada satu perusahaan pun yang kebal terhadap hukum. "Tidak ada perusahaan yang kebal hukum, tidak peduli seberapa besar atau berpengaruhnya perusahaan itu," ujarnya dilansir dari Reuters, Rabu (7/8).
Mulanya, Departemen Kehakiman AS mengajukan gugatan pada 2020 lalu yang mana menuding Google, anak usaha dari Alphabet Inc., melakukan praktik monopoli ilegal dengan tujuan mempertahankan dominasi pasar pencarian daring.
Usai putusan tersebut, tahap kedua yang akan berjalan yakni pengadilan akan menentukan solusi untuk permasalahan itu. Salah satu opsi yang dipertimbangkan yakni pemecahan Google dari Alphabet Inc.,
Keputusan hakim itu menekan saham Alphabet anjlok hingga 4,5% pada Senin lalu. Alphabet pun berencana mengajukan banding.