Riset IBM: 83% Pengusaha ASEAN Tak Siap Gunakan AI, Hambat Potensi Bisnis

Istimewa
General Manager IBM Asia Pacific, Hans Dekkers
Penulis: Ira Guslina Sufa
15/8/2024, 15.49 WIB

SINGAPURA- Perusahaan teknologi terkemuka dunia IBM menilai perlu mendorong pemahaman komprehensif dunia usaha dalam menerapkan artificial intelligence (AI). Merujuk riset terbaru yang dilakukan IBM sebanyak 83% petinggi korporasi  memiliki pemahaman yang terbatas atas penggunaan AI.  

General Manager IBM Asia Pacific, Hans Dekkers mengatakan tantangan terbesar yang saat ini dihadapi berkaitan dengan tata kelola dan strategi dalam penerapan AI. Baru 17% entitas potensial di ASEAN yang memiliki perencanaan tepat dalam pengembangan AI.

“Apakah kita punya sumber daya yang mumpuni untuk mengelola data,” ujar Hans dalam forum Think 2024 yang digelar di Sands Expo and Convention Centre Singapura, Kamis (15/8) 

Hans mengatakan IBM menyadari perlu pemahaman menyeluruh bagi pengambil kebijakan untuk mendorong pemanfaatan AI. Alih-alih berdebat mengenai apakah AI akan menggantikan pekerjaan manusia, ia mendorong perusahaan untuk beralih memikirkan strategi yang tepat mengadaptasi AI agar lebih tepat guna. 

Adaptasi AI menurut Hans perlu dimulai dengan membangun kesepahaman di antara pengambil kebijakan. Beberapa terobosan yang dilakukan adalah membentuk hybrid club yang mempertemukan para CEO, pemerintah dan pelaku usaha untuk bersama-sama mencari cara agar AI dapat diimplementasikan di masing-masing entitas. 

IBM mendorong penggunaan AI untuk dunia usaha melalui penyediaan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing sektor. Hans mengatakan IBM  menyadari bahwa setiap industri memiliki kebutuhan berbeda sehingga perlu pendekatan khusus dalam penerapan AI. 

“Jika AI digunakan dengan tepat oleh para pelaku usaha, maka AI akan membawa iklim yang lebih kompetitif,” ujar Hans. 

Empat Faktor Penentu 

Riset IBM menemukan terdapat 4 faktor yang menjadi penentu keberhasilan penerapan AI yaitu kepemimpinan dan budaya kerja,  kaahlian, pengelolaan data dan kerangka kebijakan yang disiapkan. CEO Ecosystm yang menjadi mitra riset IBM, Ullrich Loeffler mengatakan dari sisi keahlian, IBM menemukan 3 % entitas bisnis tidak memiliki pemahaman dasar akan pemanfaatan AI dan 55% lainnya memiliki pengetahuan terbatas.

Sementara itu sebanyak 26% entitas telah memahami manfaat AI dan mulai menggunakannya meski tidak dengan platform tertentu. Hanya 17% yang sudah memiliki keahlian memadai dalam memanfaatkan AI. 

Faktor lain yang menjadi perhatian IBM adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola data. IBM menemukan baru 15% entitas yang memiliki data memadai dan dapat dipercaya. Sementara 26% entitas tak memiliki pengelolaan data yang baik dan 59% lainnya sudah melakukan pengelolaan data tetapi masih ragu akan kualitas data yang dimiliki. 

Ullrich menjelaskan hal lain yang turut menjadi penentu adalah ketersediaan regulasi yang memadai dalam pengelolaan data. Menurut Ullrich baru 18% entitas yang memiliki regulasi yang jelas dalam pengelolaan data. 

Adapun studi dilakukan pada Maret -April 2024 dengan melibatkan pengambil kebijakan dari 372 perusahaan teknologi, data dan pengusaha di 5 negara ASEAN yaitu Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina. 

Managing Partner IBM Consulting ASEAN, Abraham Thomas mengatakan IBM menyadari kawasan Asia Tenggara memiliki kebutuhan khusus dalam pengembangan AI. Karena itu IBM tidak hanya berfokus pada pengembangan teknologi tetapi juga pada penguatan kapasitas sumber daya manusia yang terlibat. 

“Kami mendorong bagaimana AI menjadi relevan dengan kebutuhan konsumen dan bagaimana mereka bisa memanfaatkannya dengan baik,” ujar Abraham. 

Sebelumnya IBM memperkirakan pada 2027 belanja AI bagi industri di kawasan ASEAN akan mencapai US$3 triliun atau setara Rp 49 Ribu triliun. Lebih jauh IBM memperkirakan IBM akan membuka potensi ekonomi hampir hingga US$16 triliun pada tahun 2030. 

Sementara itu, Indonesia menempati posisi terdepan dengan proyeksi kontribusi AI terhadap PDB nasional mencapai US$366 miliar. IBM meyakini integrasi dan pemanfaatan teknologi AI di berbagai sektor akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.