Analisis New York Times menemukan aplikasi pesan instan Telegram dipenuhi dengan aktivitas ilegal dan ekstremis. Hal ini diperoleh usai menganalisis 3,2 juta pesan dalam 16.000 kanal di Telegram.
“Hamas, ISIS, dan grup teror lain berkembang pesat di Telegram dan sering kali mengumpulkan banyak pengikut di berbagai saluran,” kata laporan tersebut, dilansir Senin (9/9).
New York Times secara spesifik menemukan kelompok supremasi kulit putih mengoperasikan 1.500 kanal di Telegram. Ada dua lusin saluran yang menjual senjata dan setidaknya 22 saluran mengiklankan pengiriman ekstasi, kokain, heroin, dan obat-obatan lainnya di aplikasi tersebut.
Wakil Komisaris, Intelijen & Kontraterorisme di Departemen Kepolisian New York Rebecca Weiner mengatakan, Telegram adalah tempat berkumpul paling populer bagi pelaku kejahatan dan kekerasan.“Jika anda orang jahat, di situlah anda akan berakhir,” katanya dalam laporan itu.
CEO Telegram Pavel Durov sebelumnya ditangkap di bandara Le Bourget, Perancis, Sabtu (24/8) malam. Melansir sumber Reuters, Durov ditangkap karena lemahnya moderasi konten Telegram sehingga memicu berbagai kejahatan.
Platform ini kemudian memperbarui situs webnya untuk mengizinkan laporan penyalahgunaan. Durov juga mengunggah pernyataan di saluran Telegram miliknya. Menurutnya, menggunakan undang-undang dari era praponsel pintar untuk mendakwa seorang CEO atas kejahatan yang dilakukan pihak ketiga pada platform yang dikelolanya adalah pendekatan yang keliru.
Salah satu dari dua sumber polisi Prancis mengatakan bahwa sebelum kedatangan jet tersebut, polisi telah mengetahui bahwa Durov ada dalam daftar penumpang dan bergerak untuk menangkapnya karena dia adalah subjek dari surat perintah penangkapan di Prancis.
“Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital - moderasi Telegram berada dalam standar industri dan terus meningkat,” kata Telegram dalam sebuah pernyataan tentang penangkapan tersebut, seperti dikutip Reuters, Senin (26/8).
Menurut pernyataan tersebut, CEO Telegram Pavel Durov tidak memiliki sesuatu yang disembunyikan dan sering bepergian ke Eropa. “Tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut,” demikian pernyataan Telegram.
Durov, yang memiliki kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab, ditangkap sebagai bagian dari penyelidikan awal polisi atas dugaan mengizinkan berbagai macam kejahatan karena kurangnya moderator di Telegram dan kurangnya kerja sama dengan polisi, kata sumber ketiga polisi Prancis.