Google memenangkan gugatan hukum pada Rabu (18/9) waktu setempat terkait denda antimonopoli €1,49 miliar atau Rp 25,1 triliun (kurs Rp 16.846 per €) dari Uni Eropa. Regulator Uni Eropa menjatuhkan denda kepada Google total €8,25 miliar selama 2017 – 2019 terkait pelanggaran antimonopoli.
Komisi Eropa mengatakan pada 2019, bahwa Google menyalahgunakan dominasi untuk mencegah situs web menggunakan broker selain platform AdSence untuk menyediakan iklan di sistem pencarian atau search selama 2006 – 2016.
Pengadilan Umum Uni Eropa menyatakan setuju dengan sebagian besar penilaian Komisi Eropa. Akan tetapi, Komisi Eropa dinilai gagal memperhitungkan semua keadaan yang relevan untuk menilai bahwa anak usaha Alphabet itu melakukan monopoli terkait layanan periklanan.
"Komisi juga tidak menunjukkan bahwa klausul yang dimaksud,” kata para hakim dikutip dari CNN Internasional, Kamis (19/9).
Klausul yang dimaksud yakni:
- Google mungkin menghalangi inovasi
- Tindakan monopoli yang dimaksud membantu Google mempertahankan dan memperkuat posisi dominan di pasar nasional untuk iklan pencarian online yang dipermasalahkan
- Google mungkin merugikan konsumen
Komisi Eropa mengatakan akan mempelajari secara saksama putusan tersebut dan mempertimbangkan kemungkinan langkah selanjutnya, yang dapat mencakup banding.
Sementara itu, Google mengatakan bahwa kasus tersebut terkait dengan sebagian kecil iklan pencarian teks saja yang ditempatkan pada sejumlah kecil situs web penerbit.
"Kami membuat perubahan pada kontrak pada 2016 untuk menghapus ketentuan yang relevan, bahkan sebelum keputusan Komisi Eropa. Kami senang bahwa pengadilan telah mengakui kesalahan dalam keputusan awal dan membatalkan denda," kata Google melalui email.
Uni Eropa menjatuhkan denda €4,3 miliar pada 2018, karena menerapkan pembatasan pada telepon pintar Android untuk mendongkrak bisnis pencarian internet yakni Google Chrome. Ini menjadi hukuman antimonopoli terbesar yang pernah dijatuhkan oleh Uni Eropa.
Pengadilan Umum pada 2022 sedikit mengurangi denda menjadi €4,1 miliar, tetapi tetap mendukung argumen Komisi bahwa Google memberlakukan pembatasan ilegal. Meski begitu, perusahaan tetap mengajukan banding Mahkamah Eropa.
Regulator sejak saat itu mempersenjatai dirinya dengan aturan baru yang lebih kuat yang dikenal sebagai Undang-Undang Pasar Digital atau Digital Markets Act (DMA), untuk mengendalikan raksasa teknologi termasuk Google.
Alih-alih regulator menemukan pelanggaran antimonopoli yang mengerikan setelah penyelidikan yang berlangsung bertahun-tahun, DMA memberi bisnis daftar tentang apa yang dapat dan tidak dapat mereka lakukan secara online. Tujuannya, agar para raksasa teknologi mengubah cara mereka beroperasi.