Ibu Kota Nusantara memiliki konsep pembangunan berkelanjutan, inklusif dan berbasis teknologi. Nantinya IKN menggunakan energi baru terbarukan serta teknologi digital.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara atau OIKN Bambang Susantono mengatakan pembangunan IKN sebagai ibu kota baru akan menjadi salah satu langkah strategis untuk membawa Indonesia menjadi negara yang diakui dunia.
"IKN juga dapat menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045," ujar Bambang dikutip dari keterangan resmi, Jumat (18/8).
Pemerintah meluncurkan Visi Indonesia Emas 2045 yang menjadi gambaran ideal dan target tujuan yang harus dicapai Indonesia di usianya yang ke-100 tahun sejak kemerdekaan.
Pada 2045 nanti, Indonesia diproyeksikan menjadi negara maju dan sejahtera dengan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-4 di dunia berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity/PPP). Hal ini didasari oleh potensi yang dimiliki Indonesia untuk mewujudkan visi tersebut.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan Indonesia memiliki banyak potensi untuk bisa lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) dan menjadi negara maju.
"Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki negara lain seperti pasar domestik yang besar, potensi tenaga kerja produktif, dan memiliki populasi melek digital yang tinggi," ujar Arsjad.
Indonesia akan menikmati bonus demografi pada 2030 ketika jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 68,3% dari total populasi.
Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dengan sumber daya alam dan biodiversitas yang melimpah, termasuk cadangan nikel yang terbesar di dunia yakni sebanyak 21 juta ton dan sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 3.600 gigawatt.
Sedangkan untuk mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon Indonesia disebut membutuhkan investasi senilai US$ 1,5 triliun hingga US$ 3,5 triliun atau lebih dari Rp 23,2-54,2 kuadriliun. Jumlah ini berdasarkan laporan BloombergNEF (BNEF) bertajuk “Net Zero Transition: Opportunities for Indonesia”
Allen Tom Abraham, analis transportasi BNEF Asia-Pasifik, mengatakan untuk membiayai transisi energi, Indonesia membutuhkan investasi di bawah US$ 2 triliun atau sekitar Rp 31 kuadriliun dalam skema economic transition scenario (ETS), dan US$ 3,5 triliun atau sekitar Rp 54,2 kuadriliun di bawah skema net zero scenario (NZS).
Dia menambahkan bahwa sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang signifikan untuk meningkatkan kapasitas produksi baterai lithium-ion.