Jakarta dan Batam Masuk 10 Besar Kota dengan Kualitas Udara Terburuk Dunia

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wpa.
Suasana polusi udara yang menyelimuti kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jakarta, Sabtu (15/6/2024). Berdasarkan data IQAir pukul 05.00 WIB mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 106 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 40,4 mikrogram per meter kubik atau 8,1 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara tahunan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
6/8/2024, 10.05 WIB

Jakarta dan Batam kembali masuk ke dalam peringkat 10 besar sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Jumat pagi (2/8).

Berdasarkan data yang dihimpun situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 09.16 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta menempati posisi kedua terburuk dunia dengan indeks AQI poin sebesar 156 atau berada dalam kategori tidak sehat. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar ruangan.

Sementara Batam menempati posisi kedelapan dengan Indeks AQI sebesar 81 atau berada pada kategori sedang. Adapun kategori sedang, artinya kualitas udaranya tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.

Selain Jakarta dan Batam, terdapat satu kota di Indonesia yaitu Medan yang menempati posisi ke 39 dengan AQI poin sebesar 60 atau berada di kategori sedang.

Kinshasa Kongo Nomor Satu Terburuk Dunia

Adapun kota dengan kualitas udara terburuk dunia berada di Kinshasa Kongo dengan AQI poin mencapai angka 159 poin atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Kemudian untuk posisi tiga dan empat di tempati oleh Lahore di Pakistan dengan AQI poin sebesar 134, dan Nairobi di Kenya dengan AQI poin sebesar 101. Dua  kota tersebut berada di kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif.

Kualitas udara tidak sehat bagi kelompok sensitif dapat merugikan manusia, kelompok hewan yang sensitif, atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan maupun nilai estetika dengan rentang kandungan PM2,5 sebesar 100 lebih.

Reporter: Djati Waluyo