Perundingan Alam COP16 Temui Jalan Buntu karena Dana Konservasi Menipis

IISD/ENB, Mike Muzurakis
Suasana Kota Cali, Kolombia yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Biodiversitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) COP16.
29/10/2024, 16.04 WIB

Negara-negara menemui jalan buntu mengenai cara mendanai konservasi dan keputusan penting lainnya saat KTT keanekaragaman hayati COP16 PBB memasuki minggu kedua pada Senin (29/10). Sejumlah negara tidak bisa menjanjikan pendanaan yag diharapkan.

Tujuh negara dan satu pemerintah provinsi menjanjikan tambahan $163 juta untuk Dana Kerangka Keanekaragaman Hayati Global pada Senin (28/10) yang dijuluki sebagai "hari keuangan" KTT tersebut. Dana tersebut dibentuk untuk mewujudkan target Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal 2022 yang penting untuk mengakhiri hilangnya alam pada 2030. COP16 di kota pegunungan Cali, Kolombia, ditugaskan untuk melaksanakan perjanjian tersebut.

Sebanyak US $400 juta dikumpulkan untuk pendanaan program tersebut. Namun, jumlah itu jauh dari target pendanaan sebesar miliaran dolar AS.

"Jumlahnya sangat sedikit. Kita berbicara tentang jutaan yang telah dijanjikan. Namun yang kami harapkan adalah miliaran," kata Irene Wabiwa, seorang advokat keanekaragaman hayati di Greenpeace.

"Jika melihat peningkatan laju hilangnya keanekaragaman hayati, aliran uang sangat, sangat lambat. Dan kami sangat takut" ujarnya lagi.

Kondisi alam mengalami penurunan dan spesies punah lebih cepat dari sebelumnya. Para ilmuwan memperingatkan pemerintah dunia bahwa tidak ada waktu untuk disia-siakan.

Saat ini sekitar 38% dari  16.425 spesies pohon dunia berisiko punah akibat penebangan kayu dan pembukaan lahan pertanian, pertambangan, pembangunan jalan, dan serta pembangunan lainnya, menurut Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam (IUCN).

"Kita perlu mengambil tindakan segera, jika kita benar-benar ingin menjaga pohon-pohon (spesies) ini tetap hidup," kata Direktur IUCN Grethel Aguilar dalam jumpa pers di Cali.

KTT tersebut, yang menandai pertemuan ke-16 para pihak dalam Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD), sedang membahas cara menerapkan 23 tujuan yang diuraikan dalam perjanjian Kunming-Montreal 2022. Sasaran utama di antara tujuan tersebut adalah agar setiap negara menyisihkan 30% wilayah daratan dan lautnya untuk konservasi pada 2030.

Hingga Senin (28/10), hanya 17,6% wilayah daratan dan perairan pedalaman dunia yang berada di bawah beberapa bentuk perlindungan, menurut Program Lingkungan PBB (UNEP). Banyak negara belum menyerahkan janji meskipun batas waktunya bulan ini.

Komitmen untuk melindungi lautan terbuka bahkan lebih rendah, dengan hanya 8,4% wilayah maritim dan pesisir yang sekarang dilindungi, kata laporan UNEP. Kepala UNEP mendesak negara-negara untuk tidak hanya memenuhi target konservasi 30%, tetapi juga melindungi lahan dan jalur air bernilai tinggi.

"Kita tidak bisa tergoda hanya dengan angka-angka ini," kata Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen di sela-sela pertemuan puncak.

"Alam tidak bisa dipajang di museum."

Pada akhir pertemuan puncak pada Jumat (25/10), para negosiator dan pengamat berharap untuk mencapai kemajuan pada sejumlah isu yang menyentuh pendanaan, materi genetik, representasi Pribumi, dan kebijakan konservasi.

"Pembahasan berjalan dengan baik, tetapi agendanya berat," kata David Ainsworth, juru bicara sekretariat.