Bank Dunia menilai Indonesia telah memiliki perkembangan baik dalam memanfaatkan transisi hijau melalui perdagangan. Namun, daya saing perekonomian hijau di dalam negeri kini dinilai melemah.
Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia Carolyn Turk, mencatat Indonesia telah berhasil menurunkan emisi karbon lebih dari 50% dibandingkan realisasi 2005. Menurutnya, penurunan karbon nasional membuat kontribusi produk hijau ke nilai ekspor kini mencapai 3,6%.
"Namun daya saing industri hijau di dalam negeri melemah lantaran permintaan teknologi dan produk hijau di dalam negeri belum dapat dipenuhi secara lokal," kata Turk dalam High Level Policy Dialogue Action on Climate and Trade, Senin (4/11).
Turk menilai kontribusi produk hijau ke total ekspor dapat ditingkatkan menjadi 7,3% atau sama dengan rata-rata di Asia Tenggara. Turk menyarankan tiga peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia dalam meningkatkan kontribusi produk hijau dalam nilai ekspor.
Pertama, meningkatnya permintaan teknologi hijau di dalam dan luar negeri. Turk mengatakan mayoritas produk ekspor Indonesia kini didominasi produk olahan dengan emisi karbon tinggi. Karena itu, kebijakan yang dapat mendatangkan teknologi tinggi dalam industri hijau menjadi penting.
Turk menyebut posisi Indonesia dalam daftar Potensi Kompleksitas Hijau atau GCP sudah cukup baik. Indonesia ada di peringkat 43 dari 230 negara di dunia. Capaian tersebut lebih baik dari Malaysia yang ada di peringkat 48 dan Filipina di peringkat 63.
Kedua, peningkatan peran perusahaan swasta dalam rantai pasok global industri hijau. Ini karena lebih dari 60% produk hijau yang diekspor dari Indonesia berasal dari perusahaan swasta.
Turk mengatakan, peningkatan kontribusi produk hijau melalui perusahaan swasta dapat dilakukan dengan relaksasi perlindungan pasar non tarif atau NTM. Beberapa contoh NTM adalah Standar Nasional Indonesia, Sertifikasi Produk Halal, dan Nomor Izin Edar.
"Kami telah mensimulasikan kebijakan NTM dapat meningkatkan biaya perdagangan internasional secara signifikan atau hingga 30% dari nilai ekspor," katanya.
Ketiga, integrasi target penurunan emisi Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029. Seperti diketahui, RPJMN 2025-2029 sedang dalam tahap finalisasi oleh pemerintah.
Turk menawarkan kebijakan percobaan yang dibuat Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, dan Organisasi Dagang Dunia dapat diintegrasikan ke dalam RPJMN 2025-2029. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat membawa Indonesia menjadi negara dengan perekonomian tinggi dalam waktu dekat.