Polusi udara New Delhi melonjak hingga mencapai 50 kali lebih tinggi dari batas aman yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Pemerintah setempat pun memutuskan untuk menutup sekolah, menghentikan pembangunan, dan melarang truk yang tidak penting memasuki ibu kota India tersebut.

Warga New Delhi terbangun karena kabut asap tebal dan beracun yang menyelimuti kota berpenduduk sekitar 33 juta jiwa itu karena kualitas udara menjadi semakin berbahaya. Kabut asap meningkat lebih jauh ke kategori parah, menurut SAFAR, badan lingkungan utama negara itu, yang mengukur partikel kecil di udara yang dapat masuk jauh ke dalam paru-paru.

Polusi yang mematikan itu menutupi monumen dan gedung-gedung tinggi di ibu kota. Jarak pandang sangat rendah sehingga sejumlah maskapai penerbangan mengalami penundaan.

Mulai Senin (19/11), pihak berwenang memberlakukan sistem belajar daring kecuali untuk tingkat 10 dan 12. Tidak ada truk yang diizinkan memasuki kota kecuali yang membawa barang-barang penting. Beberapa kendaraan tua yang boros bahan bakar diesel telah dilarang masuk ke dalam kota, dan semua kegiatan konstruksi telah dihentikan.

Pihak berwenang juga menghimbau anak-anak, orang tua, dan orang lain yang memiliki penyakit kronis atau masalah pernapasan untuk sebisa mungkin menghindari keluar rumah.

Penyebab Polusi

Di beberapa wilayah kota, tingkat polusi lebih dari 50 kali lebih tinggi dari batas aman yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia. Prakiraan mengatakan kualitas udara yang buruk akan terus berlanjut hingga minggu ini.

Polusi udara di India utara meningkat setiap tahun, terutama di musim dingin. Hal itu karena petani membakar sisa tanaman di lahan pertanian. Pembakaran tersebut bertepatan dengan suhu yang lebih dingin, yang memerangkap asap di udara. Asap tersebut kemudian tertiup ke kota-kota, di mana emisi kendaraan bermotor menambah polusi.

Selain itu, polusi udara juga didapatkan dari Emisi industri dan pembakaran batu bara untuk menghasilkan listrik, yang terus meningkat dalam beberapa minggu terakhir.

Selama akhir pekan, para petani di negara bagian tetangga Uttar Pradesh membakar ladang mereka, melepaskan gumpalan asap abu-abu yang kemungkinan terbawa angin ke New Delhi dan daerah terdekat lainnya. Meskipun udaranya beracun, banyak orang di ibu kota melanjutkan rutinitas mereka seperti biasa, termasuk jalan-jalan pagi di Lodhi Garden yang dicintai di kota itu.

“Semua orang sakit tenggorokan,” kata Sanjay Goel, seorang pemilik toko berusia 51 tahun di New Delhi, seperti dikutip dari AP, Selasa (19/11).

“Mereka harus melarang pembakaran sisa tanaman... asapnya ada di mana-mana," ujarnya.

Kualitas udara yang memburuk di ibu kota juga memicu kemarahan warga di media sosial. Banyak yang mengeluh sakit kepala dan batuk-batuk, menggambarkan kota itu sebagai "apokaliptik" dan "kamar gas." 

Warnaget lain mendesak para pejabat untuk menyelesaikan krisis kesehatan masyarakat sekali dan untuk selamanya. Beberapa penelitian memperkirakan lebih dari satu juta orang India meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berhubungan dengan polusi.

Pihak berwenang telah menerapkan tindakan serupa di masa lalu dan terkadang menggunakan alat penyiram air dan senjata anti-asap dalam upaya mengendalikan kabut asap. Namun para kritikus mengatakan perlu ada solusi jangka panjang yang secara drastis mengurangi polusi itu sendiri, alih-alih tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak setelah polusi tersebut melanda wilayah tersebut.