Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pesimistis target penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di tahun 2025 akan tercapai. Adapun mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), tahun 2025, EBT harus 23% dari total penggunaan energi.
Meski begitu, dengan waktu yang tersisa sekitar tujuh tahun itu, Jonan, tetap berupaya mengejar target tersebut. Hingga September 2018, penggunaan EBT hanya 12,32%.
“Saya khawatir tidak bisa mencapai 23% kalau lihat perkembangannya. Komitmen pemerintah 23% bauran energy mix bisa jalan, kami coba sampai 20% kurang lebih,” kata dia di Jakarta, Kamis (15/11).
Pengembangan EBT sebenarnya dipengaruhi dua hal, yakni permintaan dan pasokan. Dari sisi permintaan, sebenarnya generasi muda mayoritas mendukung energi bersih. Jadi, ada harapan EBT bisa berkembang.
Di sisi lain adalah mengenai pasokan. Dari sudut pandang ini, pengembangan energi baru terbarukan harus terjangkau. “Sepanjang harga listrik bisa terjangkau, pemerintah setuju,” ujar dia.
Salah satu cara agar harga listrik dari EBT bisa terjangkau adalah memberikan insentif bagi pelaku industri. Namun, pemberian itu tidak bisa gratis. Dengan adanya insentif itu, tingkat elektrifikasi bisa mencapai 100%.
Saat ini, jumlah masyarakat yang sudah menikmati hanya 98,05%. Artinya ada sekitar 5 juta lebih penduduk yang tak menikmati listrik. “Kalau belum ada listrik, terus memberikan insentif pasti protes besar. Ini jadi tantangan besar bagi negara kita,” ujar dia.
Untuk mengejar target tersebut, pemerintah juga melakukan upaya. Di antaranya adalah segera menerbitkan aturan panel surya di atap. Lalu, mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi, angin dan biomasa. Kemudian, meminta PLN, dalam dua tahun ini, mengubah pembangkit listrik tenaga diesel yang mencapai 1 Gigawatt (GW) berubah menggunakan minyak sawit.
Menurut Jonan, kendala dalam pengembangan energi baru terbarukan ini juga hanya dihadapi Indonesia. Salah satunya adalah di Polandia. Di sana juga mengalami kesulitan dalam mencapai target karena 60% pembangkitnya batu bara. Adapun, untuk Uni Eropa target EBT sekitar 40% hingga 50%.