Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai panel surya di atap hingga kini belum bisa terbit. Penyebabnya adalah belum semua pejabat Kementerian ESDM yang berkepentingan menandatangani payung hukum tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengatakan aturan itu masih dalam tahap paraf. “Ini sudah di paraf. Sekarang masih berputar ke Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andi Sommeng, Sekertaris Jendral Ego Syahrial, Wakil Menteri Arcandra Tahar," kata dia, di Jakarta, Selasa (9/10).
Belum adanya tanda tangan dari pejabat-pejabat Kementerian ESDM ini juga membuat target penerbitan aturan tersebut molor. Padahal, awalnya, Rida menargetkan aturan itu bisa ditandatangani Menteri ESDM pada Agustus lalu.
Aturan ini akan mengatur mengenai siapa yang dapat memasang panel surya atap, ijin operasi, dan aturan ekspor-impor, dan harga ekspornya. Adapun, yang boleh memasang adalah konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)(Persero) rumah tangga, industri, sosial, pemerintahan, dan sektor bisnis.
Namun, maksimum pemasangan tidak boleh lebih dari 100 persen yang terinstal. Misalnya, konsumen PLN memiliki daya yang terpasang 1.300 Volt Ampare (VA), maka listrik dari panel surya tidak boleh melebihi itu.
Adapun, harga panel surya atap untuk mengasilkan daya per watt nya mencapai Rp 1,8 juta. Sedangkan untuk menghasilkan 15 Kilo Watt (KW) bisa mencapai Rp 275 juta.
(Baca: Penerapan Panel Surya Kurangi Pendapatan PLN Rp 270 Miliar per Bulan)
Meski aturan itu belum terbit, Kementerian ESDM sudah memiliki target pemasangan panel surya di atap. "Dengan dikeluarkan peraturan menteri ini dalam waktu dekat. Perkiraan kami 1,8 gigawatt hingga 2 gigawatt terpasang dalam waktu dua tahun," kata Rida.