Pengembangan energi baru dan terbarukan belum sepenuhnya mulus di Indonesia. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut salah satu tantangannya adalah pengetahuan masyarakat yang masih minim terhadap proyek EBT.
Ganjar mencontohkan, terjadi penolakan pengembangan sektor panas bumi oleh sejumlah warga di daerah Kebanyakan dari mereka masih takut dampak yang ditimbulkan dari kegiatan eksplorasi panas bumi berpotensi menimbulkan semburan, seperti yang terjadi di Sidoarjo.
Namun, menurut dia, mau tak mau energi baru dan terbarukan harus dikembangkan mengingat energi yang berasal dari fosil kian menipis. "Karena kalau pakai energi konvensional, kita mulai mengkis-mengkis. Saya di Jawa Tengah mencoba geothermal, tetapi masyarakat belum menerima takut seperti Lapindo," ujar Ganjar dalam Webinar Green Economic Recovery, Selasa (19/5).
Ganjar menilai edukasi kepada masyarakat terkait pengembangan energi bersih harus dilakukan secara merata. Masyarakat pun diharapkan paham pentingnya penembangan energi bersih.
"Perlu ilmu yang di share, kalau kita bicara energi dari matahari perlu kita bicarakan dengan baik. Momentum Covid-19 perlu dipakai untuk mengambil cara politik tidak biasa," ungkap Ganjar.
(Baca: EBT Sebagai Solusi Energi Ramah Lingkungan)
Pemerintah, menurut dia, dapat meminta masukan para ahli terkit pengembangan sektor ini. "Kemudian inisiatif apa yang mesti kita ambil. Saya sudah minta tolong siapa yang bisa designkan kebijakan EBT agar kita lebih enak hidupnya di remote area kita kerjakan itu harus ada improvement agar bisa dilakukan," ujarnya.
Pemerintah saat ini mengejar target bauran EBT, yang diharapkan mencapai 23 persen pada 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyampaikan bauran EBT merupakan bagian dari upaya menekan penggunaan energi berbasis fosil.
Pengembangan EBT diharapkan dapat menurunkan emisi dan polusi dari pembangikit listrik, serta memperkuat ketahanan energi nasional di saat bersamaan. Realisasi dari pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan ini sebagai pembangkit listrik pun menunjukkan perkembangan yang positif. Berdasarkan laporan capaian kinerja Kementerian ESDM tahun 2019, kapasitas pembangkit listrik EBT sejak 2015-2019 terus meningkat.
(Baca: ESDM Tetap Laksanakan Lelang Wilayah Panas Bumi Meski Pandemi Corona)
Tahun 2019, EBT menyumbang total 10.157 MW kapasitas pembangkit dalam negeri. Penyumbang EBT paling besar datangnya dari tenaga air yang mendominasi hampir separuhnya. Namun, yang menarik, dalam tiga tahun belakangan pembangkit tenaga panas bumi/geotermal yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yang paling besar.
Pada 2019, total tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT mencapai 376 ME dengan sumbangan PLTP mencapai 182,3 MW. Kontribusi panas bumi pun ada di peringkat kedua di bawah tenaga air dan diikuti oleh bioenergi. Sementara tiga sumber sisanya --surya, bayu/angin, hybrid-- masih terhitung sangat kecil dalam menghasilkan bauran energi.
Meski terus menunjukkan perkembangan bauran energi setiap tahunnya, kontribusi EBT masih jauh dari apa yang ditargetkan. Bauran pembangkit listrik EBT hingga tahun 2019 porsinya baru sekitar 12,36 persen.